Selasa, 09 April 2013

Universitas Kehidupan #1


Sore ini, bosan terus-menerus bercengkerama dengan seisi perpustakaan aku melaju menuju sebuah kawasan untuk menemui “gurunda”ku. Ya, memang hari ini aku ada janji dengannya. Singkat cerita aku mulai pembicaraan sesuka hati ku begitu saja (seperti biasa, bercerita seolah asik sendiri dan tak terasa sudah habis beribu-ribu karakter kata, mungkin). Aku asik berdiskusi tentang berbagai peristiwa akhir-akhir ini. Gurunda ku yang memang sudah sepatutnya memberi tanggapan ke sana ke mari sepertinya juga asik dengan apa yang ia bicarakan J. Sesekali aku mengangguk mengerti, tapi kadang aku juga sering menimpali, hehe. Ternyata, tanpa disadari waktu tak ingin kalah bicara, “hmm… saa, udah mau ashar pulang gih. Sadar waktu donk !” Alhasil, aku menggerutu pada waktu dan bergumam “okee…gue pulang.” Dengan berbekal sekantong nasehat dari gurunda, aku melaju pulang bersama bebekku.


~Lalalalalala… sore yang gerimis, hmmm… 3 hari terakhir ini memang sering hujan. Aku sukaa.. aku sukaa.. aku suka hujan memang, tapi 3 hari ini pula aku sedang tidak bersahabat dengannya. (backsound : sesekali terbatuk dan menggigil kedinginan). Sampai lah aku akhirnya di kontrakan tercintaaahh, taruh tas dan beres-beres ini itu bersiap sholat ashar. Eeehh.. ternyata doi yang baru aja dipikirin kedengeran juga suaranya J. Udah adzan cuy… sholat nyok !

Selesai ritual wajib (sholat maksudnya), tiba-tiba ingat seharian ini belum makan. (seperti ada mesin waktu yang mengingatkan kemudian, muncul terawang-awang membentuk imajinasi, gurunda lagi bawa sendok dan berusaha menjejaliku dengan makanan), hehe iya sebelum pamit pulang tadi memang diingatkan untuk tidak lupa makan. Baiklaahhh. Pergi ke dapur dan meracik makanan yang sempat ibu bekali untukku tadi pagi, selamat menjamak makaaaaannnn :p.


Ku buka jendela kontrakan (yang kebetulan di depannya lapangan yang tengah penuh anak-anak sedang bermain), aku menikmati jamak’an makanku sembari memperhatikan bocah-bocah tengil itu bermain “rumah-rumahan” secara LIVE dan gratis hihihi. Eitss.. ada yang tak tahu “rumah-rumahan” itu mainan apa ??? Hmmm… ketauan niihhh, MKKBS yahh?? Masa Kecil Kurang Bahagia Sekali. Huuuu… aku aja yang sudah gede gini masih inget kok mainan apa itu. Itu lhoooo… mainan dimana anak-anak “sok” berperan sebagai Ibu, Ayah, Anak, Kakak, Adik, bahkan Pembantu juga ada lhoh, terus dengan tingkah sok dewasa nya seolah-olah sedang mengurusi urusan rumah tangga. (eetttdaahh… aye aja belum khatam belajar ginian, nih bocah-bocah udah belagak ngurusin rumah tangga ajee -_-“ )


Nah, sebelum mulai bermain, mereka bikin MoU dulu nih, bahasa kerennya kesepakatan gitu laahh. Sambil terus memperhatikan mereka, aku tersenyum dan merasakan roda pikiranku berputar mengulang roll film masa kecilku dulu. “Getokmen kowe sing dadi ibu e yoo..” (pura-puranya kamu yang jadi ibu nya yaa, begitu translate bahasa inggrisnya #plak), “getokmen.. getokmen… kowe dadi anak’e sing isih sekolah, ngko aku sing methuk kowe sekolah yoo..” kalau saja percakapan yang ditulis ini bisa dibahasakan secara lisan dengan gaya yang imut pasti ngegemesin deh. (ayokk coba deh praktekan :p) Sesekali aku tertawa dan dan geli melihat tingkah bocah-bocah centil nan tengil itu, hahaaa… membayangkan dulu aku juga seperti mereka dan tanpa rasa berdosa serta malu, cuek aja gitu dengan apa yang dilakukan walaupun di seberang sana sedang ada yang memperhatikan dengan dahi mengernyit “ckckckck… anak-anak iniii..”.


Hmmm… kembali mengulang roll film masa kecilku, selain suka bermain “rumah-rumahan” dulu aku juga suka bermain masak-masakan. (nggak salah kalau akhirnya aku hobi masak dan makan, tentunya). Dulu sewaktu kecil bermain masak-masakan tak hanya “getokmen” (pura-pura) lhoo. Hahahah.. dasar nya bocah sih yaa.. bodo amat gitu dengan asiknya masa kecil. Main masak-masakan berbekal korek api, wajan kecil (yang biasa dipake buat bikin batik), minyak tanah-minyak goreng, dan beberapa bahan sayur hasil menguntit belanjaan ibu, wkwkwkwkw. Dengan sok ala chef handal, aku yang tengil ini bereksperimen masak sesuka hatinya. Gatau deh itu masakan apa, yang jelas itu nggak layak dimakan! Hahaha.. tapi alhasil sekarang gue kan bisa masak beneran doonnkk. #gaya :p


Bro sist, jujur nih yaa.. bukannya aku mau curhat tentang masa kecilku dulu, bukan maksud membuka aib-aib masa kecilku dulu jugaa, atau pamer keahlian masakku jaman bocah dulu #mintaditabok. Hehe, ada hal lain yang ingin kusampaikan sekelebat ketika aku memperhatikan adik-adik kecil bermain di tengah lapangan itu #senyumperi. Karena secara naluri sebagai seorang perempuan yang kelak Insya Allah akan menjadi seorang ibu, wajar donk yaahh seneng sama anak-anak ^3^. Kalo perempuan yang nggak suka anak-anak #waduuhhh gawat lah itu, perlu dikoreksi tuuuhh hehe #nooffense :p.


Emm… Bismillah, sodara/i ku… umur kalian berapa sekarang ? masih 17 tahun ? ( beeeuuhh.. -___-“ ) udah kepala dua pasti kaann ?? #maksa. Yaa, berapapun umur kalian sekarang pasti pernah kan mengalami fase-fase masa menggemaskan itu ? (ini bagi yang merasa pernah menjuarai kompetisi bayi sehat yaa). Hehehe becanda. Memang dulu ketika jaman kecil kita masih suka seenaknya dalam bersikap. Sebenernya juga tergantung bagaimana orangtua mengajarkan juga sih, tapi sifat-sifat alamiah anak kecil pasti tetap muncul di kesehariannya. Iya kaan ? Iya doonng #sukamaksa. Nah, sadar atau nggak sadar kita sudah membuat kisah atau cerita dari masa itu yang kemudian bisa kita bawa hingga masa sekarang ini kita telah dewasa.


Kembali teringat tentang apa yang tadi aku diskusikan dengan gurunda. Manusia itu bertambah umur beranjak dewasa, tahap demi tahap akan didatangkan urusan dan perihal kehidupan yang berbeda-beda untuk menapaki setiap fase-fase yang harus dilaluinya. Iya nggak ?? Contoh nih, jaman masih unyu-unyu belum bisa jalan, untuk urusan perut dengan masalah kelaparan kita hanya bisa menangis kepada ibu kita. Dan akhirnya ibu kita memberi kita susu, dan masalah perut pun selesai. Hal itu berulang terus hingga hari berikutnya, sampai kita bisa benar-benar menggunakan akal dan fisik kita untuk menyelesaikan sendiri masalah itu. Beranjak tumbuh besar, seumuran kita TK/SD dihadapkan pada urusan seperti yang diceritakan di atas tadi, bermain dan berteman. Dalam bermain pun kita di latih untuk saling tawar menawar dan sepakat-menyepakati. Pun juga setelah itu mencoba untuk saling beradu potensi, menunjuk dirinya menjadi ibu dalam permainan “rumah-rumahan” jelas karena dia merasa ingin dan merasa layak berperan sebagai ibu, yang memilih dirinya menjadi seorang ayah pun demikian. Juga ketika bermain masak-masakan, jelas ingin dianggap bisa masak oleh teman-temannya walaupun masak juga awur-awuran, ahaha. Gengsi dan Ego. Hmm…. hal ini yang juga mulai diajarkan di fase bermain, tanpa bisa kita sadari ketika itu. Maklumm lah yaa masih bocah.


Oke. BTT.. Back To Topic dan pliiss ini edisi serius ya! #pasangmukaserius. Hmm… setiap fase kehidupan yang kita lalui sadar atau tidak sadar adalah proses yang membentuk makna. Seperti tinta, awal dia hanya membentuk titik di selembar kertas, di kemudian hari ia membentuk titik lagi, esok nya lagi dia membentuk titik lagi, terus hingga titik-titik itu membentuk sebuah garis dan mengartikan sesuatu. Entah itu gambar, atau tulisan. Begitu pula dengan hidup kita, setiap fase kita mengukir berbagai sejarah dan peristiwa hidup. Masalah datang silih berganti. Mulai dari perihal A,B,C,D,E,F,G……. hingga Z. Semua itu Allah datangkan bukan secara cuma-cuma. Ada banyak makna yang bisa dipetik dari setiap apa yang terjadi dalam hidup kita, baik yang kita pikir itu bukan suatu masalah bagi kita, bahkan yang kita pikir itu adalah sebuah masalah. Dan setiap masalah yang datang itu selalu bertingkat kualitasnya. Setiap kita bisa melewati masalah pertama dan lulus maka kita akan lanjut dengan ujian masalah yang lain yang bisa jadi kualitas nilainya bertambah. Layaknya ujian sekolah. Kelas satu kita ujian matematika tentang penambahan dan pengurangan, kelas dua ujian perkalian, kelas tiga ujian pecahan. Kadar kesulitannya jelas berbeda, jelas soal perkalian lebih sulit daripada soal penambahan-pengurangan dan soal pecahan lebih sulit dari perkalian. Ya, seperti itulah masalah. Tetapi dari kesulitan yang kita temui itu jelas semakin meningkatkan keterampilan dan daya pikir kita. Bagaimana bisa menyelesaikan soal tersebut dan mendapatkan nilai yang memuaskan. Dan yang lebih jelas lagi bahwa itu adalah CARA ALLAH MENDEWASAKAN KITA.


Mungkin yang lebih konkrit bahwa sebenarnya masalah dalam hidup itu datang setara dengan kualitas dan kapasitas diri kita. Seperti yang Allah firmankan dalam surat Al Baqarah ayat 286 bahwa “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” Allah sepertinya ingin tahu bagaimana proses kita memaknai setiap masalah yang datang silih berganti itu. Dari proses memaknai itu lah kemudian Allah mampu memberikan penilaian terbaik bagi kita. Masalah itu seperti anak tangga, semakin kita mampu mengatasi dan menyelesaikan masalah-masalah kita maka kita akan naik satu tingkat, naik satu tingkat lagi, naik lagi, naik satu tingkat lagi, dan ya, sampailah kita di puncak keberhasilan. Di puncak itu terkumpul sekeranjang penuh dan besar cerita, kisah, dan makna yang bisa kita jadikan pelajaran, karena di setiap tingkatnya selalu terkumpul berbagai makna yang mampu mendewasakan kita. Dan ya, itu adalah CARA ALLAH MENDEWASAKAN KITA.


Ya, mungkin tidak mudah untuk kita bisa melalui masalah-masalah itu (enak banget gue ngomong teori nya, praktek aja belum tau gimana hasilnya). Eiittss… Allah tidak mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang pesimis dan mudah putus asa yaa. Kalau kita termasuk golongan itu, naudzubillahi mindzaliik... makin banyak donk rasio orang bunuh diri di negara ini. Astaghfirullah. (gilee ekstrim banget saa!). Ya maka dari itu, jadilah manusia-manusia yang optimis, kurang apa coba Allah memberi kabar gembira seperti ini “Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan” QS. Al Insyirah ayat 5. Nah, Allah sudah menjanjikan hal itu, maka sayang sekali kalau kita putus asa di tengah jalan. Masih mau mencoba putus asa ??? “Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan” QS. Al Insyirah ayat 6. Hayoooloohhh.. Allah saja menyebutnya sampai dua kali. Itu adalah sebuah penegasan bahwa janji Allah itu benar adanya dan ketika memang kita menemui kesulitan demi kesulitan Allah sudah memfasilitasi kita dengan ayat tersebut. Bahwa di setiap kesulitan maka selalu ada kemudahan yaitu jalan keluar, udah disebut hingga dua kali lho. Bahkan ada ending sebagai pamungkasnya, yaitu di ayat 8 yang kemudian menjadi ritual wajib setelah kita meyakini dan berusaha dengan janji Allah di ayat 5 dan 6, yaitu “Wa-ilaa rabbika farghab” dan hanya kepada Tuhanmu lah kamu berharap. Sertakan Allah dalam setiap proses mu, dan serahkan kembalikan masalah dan usahamu itu pula ke Allah. (Hmmm… subhanallah puaaannjjaaangg yaaahhh)


Nah, terus apa hubungannya dengan bocah-bocah tengil tadi ? hehehe… atau apa hubungannya dengan roll film masa kecil dulu ?? Hahahaha… yang tak paham berarti harus bisa mengikuti alur cerita tulisan ini wkwkkwkw. Karena dalam setiap kata mengandung makna, dalam makna mengandung konsep, dan didalam konsep itu mengandung pandangan hidup (Hamid Fahmi Zarkasyi, sempat dapat sms ini hehe :p ). Artinya, di setiap kata yang tulis di sini jelas ada makna nya, jelas ada alurnya, dan ketika membacanya aku hanya ingin bro n sist bisa sembari berpikir memaknai #senyumperi.


Yang jelas, aku ingin berterima kasih kepada Allah yang telah menghadirkan masalah-masalah dari semenjak aku mulai tumbuh dewasa. Mulai dari masalah anak-anak TK yang berebut mainan dengan teman, masalah anak-anak SD yang penuh kompetisi dan gengsi, masalah anak-anak SMP-SMA yang beranjak belia, hingga saat ini masalah yang semakin kompleks dan bertingkat sesuai tingkat umur dan kapasitas diriku saat ini. Terimakasih juga karena Allah telah menghadirkan orang-orang yang selalu memberikan makna bagi kehidupanku. Baik mereka yang sempat mengecewakan dan memberikan kesedihan maupun yang sempat memberikan tawa dan kebahagiaan. Mereka semua bermakna. Dan kehadiran mereka juga terkadang menjadi bentuk Allah untuk mengingatkanku, menegurku, dan menasehatiku. Dan dengan begitu aku menjadi sangat mudah untuk mencintai mereka, mencintai mereka karena Allah. :’)


Akhir kata… Kita bukan lagi anak kecil yang masih bisa asik bermain, cuek, dan seenaknya sendiri. Kita adalah kita saat ini. Kita saat ini tahu bagaimana menyelesaikan setiap masalah dalam hidup yang kompleks ini. Cara berpikir kita sudah terolah sedari kecil maka sudah menjadi keharusan bagi kita untuk lebih bijak dan adil terhadap hidup. Yang paham bagaimana kita menyelesaikan masalah-masalah kita adalah diri kita sendiri, tapi tetap sertakan Allah disana. Karena IA sebaik-baik pemberi jalan keluar dan kepastian. 

Dan itulah Universitas Kehidupan. Bukan hanya soal IPK. Tapi kita diminta untuk belajar. Belajar memaknai kehidupan, memaknai permasalahan. S.I.S, Sabar... Ikhlas... dan Syukur, kepada Allah semata. Sehingga kita tahu bahwa itu lah CARA ALLAH MENDEWASAKAN KITA.




~Terimakasih untuk adik-adik yang secara tidak langsung telah menegurku hari ini. J Bermain lah selagi kamu bisa asik bermain, sembari mempersiapkan diri untuk melewati berbagai onak di jenjang universitas kehidupan selanjutnya.~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar