Jumat, 28 Juni 2013

Niat "sama" Tujuan

Bahkan, dalam rangka menyelesaikan skripsi niatnya juga perlu dilurusin, buat Allah atau buat manusia ?? :)

buat ngejar cinta Allah atau cinta manusia ? :)

buat cepetan Allah ridho atau cepetan dapet jodoh ?? #eh :))

yuk! lurusin lagi niatnya (butuh penggaris??) biar jalannya lancar, semangatnya konsisten dan akhirnya selesai :)

intinya, melakukan segala seuatu itu ujung dan simpulnya cuma satu, ALLAH. :)

Sukses kawan-kawan !! ^_^

Senin, 24 Juni 2013

Mempersiapkan Menjadi Ibu RT ^_^


Assalamualaykum wr. wb.

Sedikit ingin share hasil diskusi dengan teman-teman lingkaran cinta beberapa waktu lalu. Ini tentang sebuah masa depan. Tentang sebuah peradaban. Tentang sebuah asa dan cinta atas kehidupan yang lebih mulia. Tentang pentingnya eksistensi muslimah dalam kiprah peradaban. Tentang pentingnya ilmu bagi muslimah. Dan tentang bekal yang musti dipersiapkan jauh hari untuknya. Let’s Our discussion about “Mempersiapkan Diri Menjadi Ibu RT” :p

Gals, mesti yeiy yeiy semua mengernyit baca judul diskusi ini, hehehe. Bisa jadi dalam pikiran kalian bahasan ini akan membahas tentang bagaimana mengurus warga sekampung, bagaimana mengelola arisan, PKK, dan lain sebagainya. Eeiitsss… itu cukup mainstream sodara-sodari J . Ini bukan sekedar urus mengurus arisan, PKK, warga, dsb. Ini tentang bagaimana kelak kita akan menjadi salah satu aktor dalam membangun peradaban dari generasi-generasi yang akan kita lahirkan. Menjadi Ibu RT, menjadi Ibu Rumah Tangga dan Rukun Tetangga. Jangan tertipu dengan judul ya. Maksud dari judul ini adalah bagaimana kita mempersiapkan menjadi seorang ibu yang memiliki peran besar dalam melahirkan para generasi mulia yang diharapkan islam dan bagaimana peran besar kita untuk mewujudkan kondisi masyarakat yang sehat salah satunya dengan melahirkan generasi-generasi rabbani. (Dakwah Keluarga dan Dakwah Sya’bi)

1.     >>  Ibu Shalihah untuk Generasi yang Shalih
“Muslimah itu memiliki potensi melahirkan dua macam generasi, melahirkan seorang ulama atau seorang negarawan.”
*disadur dari kata seorang sahabat*

Betapa mulianya seorang wanita yang diberikan fitrah dan nikmat dengan menjadi salah satu agen peradaban. Ia adalah pewaris nilai-nilai (taurits al qiyam) kebaikan kepada para generasi baru. Maka untuk melahirkan generasi yang unggul dan berkualitas, memerlukan sosok ibu yang berkualitas pula. Ini menandakan bahwa seorang ibu harus memiliki bekal ilmu baik secara teori untuk membentuk pemahaman yang baik, maupun praktik sebagai bentuk konkritnya. Ilmu ini lah yang menjadi sumber dari munculnya ibu-ibu yang shalihah #ihiiy. Pendidikan muslimah di sini sangatlah penting, so buat para muslimah jangan kesampingkan kuliah dengan organisasi yak. Keduanya seyogyanya mampu berjalan beriringan dan seimbang, kan oke tuh yaa udah IPK 4.00 kontribusi di luar (organisasi misalnya) itu juga kece. Dapet ilmu nya dimana-mana, dibagi kemana-mana, di pake semanfaat-manfaatnya, apalagi besok buat anaknya #beuuuhh. Joss Gandooss !!

Nah, maka buat para muslimah jangan enggan untuk bisa mendapatkan pendidikan hingga jenjang yang lebih tinggi. Memang sih, bukan menjadi takaran pasti, tapi nanti penting untuk mengawal anak-anak kita untuk memiliki motivasi yang tinggi dalam mencari-cari ilmu. Kalau kata seorang sodari, “Eh, anak-anak kita itu besok butuh ibu yang cerdas!” ditambah mbak Dian Sastro bilang “entah akan berkarir atau menjadi ibu rumah tangga, seorang wanita wajib berpendidikan tinggi. Karena ia akan menjadi ibu. Ibu-ibu cerdas akan menghasilkan anak-anak yang cerdas.” Mekaten ngendikane mbak Dina menika.

Kenapa itu penting ? yuk kita lihat fenomena-fenomena jaman sekarang. Kenakalan remaja dimana-mana, pelacuran anak usia belia dimana-mana, pornografi, narkoba, miras aaaahh terlalu kelu menyebut satu per satu kondisi moral yang tak terjaga seperti itu. Ini PR kita lhoo ibu-ibu sekalian yang di rahmati Allah J. Ini Pekerjaan Rumah bagi masing-masing diri kita. Membentuk karakter mulia dalam diri, keluarga dan masyarakat adalah tugas kita juga. Dan ini penting bagi generasi yang akan kita lahirkan esok. Karena sejatinya, ibu yang mengandung dan melahirkan adalah pihak yang paling dekat emosionalnya dengan anak-anak, jadi ia memiliki peluang yang besar ketika mendidik dan membimbing anaknya menjadi anak dengan nilai moral yang baik. (ehmm.. bapak-bapak jangan sewot dulu nggih :p ). à bukan menafikan peran bapak bagi anak-anak. Dalam islam perempuan shalihah adalah pasangan bagi laki-laki yang shalih. Dengan demikian pada saat islam menghendaki perempuan menjadi shalihah adalah tuntutan yang sama terhadap laki-laki untuk menjadi shalih.

So, proses pendidikan (Tarbiyah) dari para ibu di sini sangat penting untuk mempersiapkan para ibu agar memahami perannya dalam menjawab tantangan masa depan bangsa. Sesungguhnya mereka tidak cukup menjadi ibu yang baik hanya dari segi pengalaman belaka. Perlu sejumlah ilmu dan ketrampilan untuk bisa menjadi pendidik generasi yang berkualitas yang diharapkan islam.

2.     >>  Muslimah Pembangun Masyarakat yang Sehat

Dalam amar ma’ruf nahi munkar laki-laki dan perempuan itu memiliki kewajiban yang sama. Mereka adalah unsur asasi dalam melakukan pembangunan masyarakat. Kita cek dulu yuk, Allah SWT berfirman “

“Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat. Dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” QS. At Taubah ayat 71

Di sini muslimah bukanlah suplemen atau pelengkap dalam perbaikan masyarakat. Jika kaum laki-laki disiapkan menjadi manusia yang shalih namun kaum perempuan tidak dididik hal yang sama, maka yang terjadi adalah ketimpangan. So, muslimah adalah salah satu pelaku aktif dalam pembangunan. Dan mereka membutuhkan pendidikan islam (tarbiyah islamiyah) sebagai penghantar pada kepribadian para muslim/ah. Jika tidak, maka akan mudah tergerus oleh arus zaman, terkhusus muslimah yang rentan olehnya (melihat kembali fenomena 5 F, Fashion, Film, Fun, Food, F ……. *isi masing-masing yeh :p *

Meskipun secara anatomis dan fisiologis perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan, namun sesungguhnya perbedaan tersebut bisa menjadi peluang modal yang ketika kita kelola bahkan mampu memberikan nilai manfaat di masyarakat. Menurut Abbas Kararah (1995) bahwa kelembutan, kehalusan watak, kelebihan perasaan lebih dominan dimiliki perempuan sementara kekerasan, pendirian teguh, kecerdikan menguasai hawa nafsu adalah watak laki-laki. Dengan watak perempuan yang tersebut di atas maka memang selaras dengan perannya sebagai sosok yang penyayang, penuh cinta kasih terhadap sesama bahkan kepada anak dan keluarga. Sementara watak laki-laki tersebut di atas selaras dengan peran mereka sebagaimana mereka telah diamanahkan untuk menjadi seorang pemimpin yang tangguh. Baik untuk keluarga, masyarakat, bahkan bangsa dan negara.

Dari sini kemudian mengindikasikan bahwa pendidikan bagi seorang muslimah penting untuk dimiliki. Pendidikan memang tidak hanya ada dalam lingkup akademis tapi juga di setiap ranah yang kita lakoni. Karena sesungguhnya ilmu itu bertebaran dimana-mana, tinggal bagaimana kita pandai mengais-ais nya menjadikannya manfaat bagi sesama. Namun dengan memiliki pendidikan hingga jenjang yang lebih tinggi (dalam lingkup akademis) akan menjadi motivasi tersendiri bagi generasi-generasi kita agar senantiasa berilmu dan menjadikannya menjadi sosok pembangun peradaban yang lebih mulia.

Melalui pendidikan itu pula mengangkat derajat muslimah dlm kapasitas subjek yg mandiri, memiliki kesadaran aktif & potensi yg penuh utk melakukan perbaikan diri, keluarga, masyarakat dan bangsa. Karena eksistensi muslimah juga dibutuhkan dalam sistem dan dinamika masyarakat yang sehat.

Maka ada beberapa titik poin yang dapat diambil kesimpulan dari perbincangan kecil ini, bahwa,
1.    >>  Sesungguhnya seorang wanita itu punya kesempatan besar untuk memberi manfaat di masyarakat, di ranah sosial. Banyak peluang sosial yang bisa kita gunakan untuk berkontribusi mulai dari hal yang kecil. Dengan fitrah yang dimiliki dan didukung dengan ilmu maka peran-peran muslimah akan lebih memberikan makna tersendiri baik dalam keluarga untuk menjadi "mar-atus solihah (perempuan solihah), jauzatu muntihah (istri yang menentramkan), dan ummul madrasah (sekolah pertama bagi anak)." Dan itu menjadi faktor pendukung besar dalam menciptakan masyarakat yang sehat, peradaban yang mulia.
2.    >> Maka, seorang muslimah sebelum mencapai tahapan itu perlu memiliki visi misi dalam rangka menyatukan kesamaan frame dan tujuan dalam membangun keluarga kelak. Karena jelas penting visi misi tersebut untuk di satukan dengan visi misi pasangan yang kelak akan membersamai langkah-langkah kontribusi muslimah di bumi yang amat luas ini selama hidup. Dengan begitu para muslimah akan tahu, ketika hendak berkeluarga kelak “hal apa yang akan diberikan untuk umat, untuk Allah”.
3.   >> Dan yang terpenting dan cukup dasar kita perlukan, sejatinya ketika ingin orang yang dapat melengkapi separuh agama kita, kita ingin menggenapkan separuh agama kita, tentunya kita harus memastikan terlebih dahulu “yang separuhnya lagi” itu sudah cukup atau belum ? yang separuhnya lagi adalah ilmu kita, ilmu kita dalam ber-islam. Inilah yang bisa kita sebut sebagai “memantaskan diri”, wahai muslimah.
4.    >> Kalau kata ustadz Syatori, momen-momen persiapan menjadi keluarga dan berkiprah di masyarakat madani itu bisa dimulai sejak dini yaitu dengan banyak ber-silaturahim dengan sanak saudara kita. Karena kekuatan silaturahim akan membantu kita dalam rangka membentuk masyarakat yang mulia.

Demikian “secuplik” (nggak sadar panjangnya Subhanallah.. :p) hasil diskusi yang Subhanallah luar biasa dari lingkaran cinta Allah. Semoga juga memiliki kebermanfaatan bagi kita semua yang membaca di sini. Waallahu’alam bishowab.


Wassalamualaykum wr. wb.

Muslimah Mewarnai Dunia,
Muslimah Pembangun Peradaban,
Muslimah Pencetak Sejarah !!

Referensi Buku Keakhwatan 1, 2, 3 ,4 Karya Ustadz Cahyadi Takariawan dkk.

Sabtu, 01 Juni 2013

Perkara Hati





Cinta.

Sejatinya, perkara cinta bukan sekedar perihal rasa, tapi juga perihal masa depan.
Apakah ia akan kau bawa untuk kesenangan duniawimu saja atau, ia yang akan menghantarmu untuk kebutuhan hakikimu kelak ?
Perkara ini bisa salah kaprah jika kita tak memiliki dan tak mau mengetahui apa yang seharusnya kita pahami dan telah termuat dalam pesan-pesan cinta Rabb semesta alam.
Dalam suatu buku yang pernah saya baca, bahkan seorang ulama Indonesia, Buya Hamka memberikan warisan nasehat untuk kita, kita insan manusia yang diberikan fitrah semestinya.
Kata beliau, “Cinta itu adalah perasaan yang mesti ada tiap-tiap diri manusia, ia laksana setitis embun yang turun dari langit, bersih dan suci, cuma tanahnya lah yang berlainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus maka tumbuhlah oleh karena embun itu kedurjanaan, kedustaan, penipuan, langkah serong dan lain-lain perangai yang tercela. Tetapi kalau ia jatuh ke tanah yang subur, maka di sana akan tumbuh kesucian hati, keikhlasan, setia, budipekerti yang tinggi dan lain-lain perangai yang terpuji.”
Apa maksud nasehat ini ? Bahwa cinta adalah fitrah manusia, hanya saja apakah fitrah itu memiliki penerimaan yang baik atau tidak, dengan pemahaman yang baik atau tidak, dan itu lah perumpaan hati dan akal sebagai tanah yang subur atau tandus.
Tanyakan pada hati dan lihat perangai diri. Apakah ketika merasakan hal ini penerimaan kita telah bijak ? Apakah ketika hati menyeruak pada satu nama kemudian sikap di dasari pemahaman yang baik ? Dan apakah sikap itu semata ditujukan hanya untuk menjaga cintaNYA ?
Cinta diatas segala cinta. Yang memiliki cinta dan yang menciptakan cinta, satu-satunya yang berhak dan memiliki hak tertinggi untuk mendapatkan cinta kita.
Berusaha untuk tidak menjadi tanah yang tandus adalah sebuah langkah yang seharusnya. Karena, sadarkah bahwa apa yang menjadi sikap kita dalam menanggapi cinta kelak akan berdampak pula pada kehidupan kita ? sadarkah bahwa hati dan sikap ketika tak di jaga maka perlahan ridho dan keberkahan dari perasaan cinta itu sendiri akan musnah ? hangus terbakar habis oleh hawa nafsu kita.
Ahhh.. siapa yang mau ? Semua manusia, sejatinya ingin mensucikan rasa cintanya. Menjadikannya sebagai sebuah berlian yang dikemas rapi dalam kotak dan dipersembahkan hanya kepada orang yang berhak yang telah menjadi ketetapanNYA.
Jangan mudah menyatakan cinta jika belum bisa mempertanggunjawabkannya.

Pengharapan.
Sejatinya, harapan adalah doa.
Apakah ia, harapan yang merupakan doa itu kita tujukan kepada sesama manusia ? Bisa apa manusia ketika kita ingin membelah bumi ini, apakah kemudian manusia mampu ? Tidak. Tentu saja tidak. Maka dimanakah sepantasnya kita menaruh harapan itu ?
Jika kemudian kita meminta manusia untuk membelah bumi ini, namun ternyata ia tak bisa melakukannya, lalu apa sikap kita ? Kecewa.
Karena segala yang pasti itu hanya milikNYA. Karena semuanya telah tertulis rapi dalam Mega Lauh Mahfuz NYA. Kita ?
Kita hanya aktor yang senantiasa menikmati dan menanggapi setiap dinamika hidup dalam koridor kecintaanNYA. Yang diminta untuk senantiasa berpikir, bekerja untukNYA, dan menunjukkan wujud cinta padaNYA.
Mungkin ini terlihat sebatas retorika mulut kepada hati, Tapi, pemahaman inilah kekuatannya. Bahwa kekuatan seseorang itu terletak pada kesabarannya. ( bisa lihat QS. Al Anfal 65 )
Sabar, sabar dan ikhlas dengan apapun bentuk ketetapannya. Apapun.
Maka, apakah kini sudah paham dimana seharusnya kita meletakkan harapan itu ?
Bisa jadi ketika kita menyampaikan harapan kita kepada satu nama manusia, ternyata ketika kita berada jauh di luar sana kita menemukan manusia yang lebih baik dari nama itu dan kemantapan itu tertuju padanya, apa yang bisa kau pertanggungjawabkan ?
Manusia, sejatinya tiada kepastian kecuali ketidakpastian itu sendiri. Karena segala kepastian hanya IA yang tahu.
Jangan mudah memberi dan menaruh harap (pada manusia) jika diri belum siap.

Melepas.
Sejatinya, melepas adalah perkara keikhlasan.
Keikhlasan hati untuk diurus olehNYA perihal cinta dan harapan.
Keikhlasan itu bentuk sikap paling bijak setelah kesabaran, dalam keikhlasan terdapat sebuah keyakinan akan keberadaanNYA dalam setiap langkah dan keputusan kita.
Maka, ketika kita telah paham seperti apa tanah yang subur itu… semestinya kita mampu melepas cinta dan harapan dari satu nama yang belum pasti untuk kita. Lepaskanlah…
Ikhlaskan… bahwa semua akan ada masanya. Bahwa hati akan berlabuh pada yang semestinya, yang diberikan Allah untuk menghantarkan kita pada kehidupan yang hakiki. Kenikmatan syurga.
Tugas kita saat ini hanyalah senantiasa memperbaiki diri, koreksi kembali niat dan hati kita, apakah kerja-kerja di dunia ini semata untuk menjaga cintaNYA dan mendapat ridhoNYA ?
Kita menginginkan keberkahan masa depan bukan ? Maka jadilah tanah yang subur itu… J



*saya tidak pernah merasa canggung menulis topik ini. Mungkin orang di luar sana akan berkomentar bahwa ini bentuk kegalauan, tak apa, asal kemudian kegalauan itu memiliki follow up yang meaningful. Agar kita bisa kembali berfikir dan kembali pada jalur yang seharusnya. Maka beruntunglah bagi orang-orang yang mau berfikir dan memahami. J Selamat memperbaiki diri (ngomong sama cermin).