Sabtu, 20 April 2013

Asal Nyomot ~Darwis Tere Liye~


Jika kau memahami cinta adalah perasaan irasional, sesuatu yang tidak masuk akal, tidak butuh penjelasan, maka cepat atau lambat, luka itu akan kembali menganga.
Kau dengan mudah membenarkan apapun yang terjadi di hati, tanpa kau tahu, tanpa memberikan kesempatan berpikir bahwa itu boleh jadi karena kau tidak mampu mengendalikan perasaan tersebut
Tidak lebih, tidak kurang.
Tere Liye, buku “Sepotong Hati Yang Baru”


“Dan tunas-tunas perasaanmu tak bisa kau pangkas lagi. Semakin kau tikam, dia tumbuh dua kali lipatnya. Semakin kau injak helai daun barunya semakin banyak”
Tere Liye, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin


*Bukankah, atau bukankah
Bukankah,
Banyak yang berharap jawaban dari seseorang?
Yang sayangnya, yang diharapkan bahkan tidak mengerti apa pertanyaannya
“jadi, jawaban apa yang harus diberikan?”

Bukankah,
Banyak yang menanti penjelasan dari seseorang?
Yang sayangnya, yang dinanti bahkan tidak tahu harus menjelaskan apa
“aduh, penjelasan apa yang harus disampaikan?”

Bukankah,
Banyak yang menunggu, menunggu, dan terus menunggu seseorang
Yang sayangnya, hei, yang ditunggu bahkan sama sekali merasa tidak punya janji
“kau menungguku? Sejak kapan?”

Bukankah,
Banyak yang menambatkan harapan
Yang sayangnya seseorang itu bahkan belum membangun dermaga
“akan kau tambatkan di mana?”

Bukankah,
Banyak yang menatap dari kejauhan
Yang sayangnya, yang ditatap sibuk memperhatikan hal lain

Bukankah,
Banyak menulis puisi, sajak2, surat2, tulisan2
Yang sayangnya, seseorang dalam tulisan itu bahkan tidak tahu dia sedang jadi tokoh utama
Pun bagaimana akan membacanya

Aduhai, urusan perasaan, sejak dulu hingga kelak
Sungguh selalu menjadi bunga kehidupan
Ada yang mekar indah senantiasa terjaga
Ada yang layu sebelum waktunya
Maka semoga, bagian kita, tidak hanya mekar terjaga
Tapi juga berakhir bahagia


Yang kita sangka adalah ‘akhir’ sebuah perjalanan, justeru kadang adalah ‘awal’ perjalanan yang lebih panjang.

Menikah, itu bukan akhir kisah cinta, tapi adalah awal kehidupan cinta yang lebih besar, lebih banyak masalah, dan lebih menuntut semua persiapan—bukan sekedar cinta.

Lulus sekolah, itu bukan akhir kisah pendidikan, tapi adalah awal kehidupan pembelajaran yang lebih berkelok, lebih serius, lebih menuntut semua persiapan—bukan sekadar ijasah.

Maka, mari menyiapkan diri untuk awal perjalanan berikutnya yangn sudah menunggu, bukan sekedar tiba di akhir perjalanan sekarang.


“Persahabatan adalah sebuah tanggungjawab yang manis; tidak pernah sebuah kesempatan”

Quote dari Kahlil Gibran ini tajam sekali. Maka renungkanlah. Sahabat di sekitar kita adalah sebuah tanggungjawab yang indah, saling menasehati, saling mengingatkan, saling menjaga. Bukan sebaliknya, dijadikan sumber kesempatan; sahabat jika perlu tidak perlu maka menjauh; sahabat KW 2, alias abal2 saja. Dan mengingatkan sahabat sendiri, kadang lebih sulit dibandingkan mengingatkan orang lain.





*Kehilangan

Apakah kita sedih saat HP atau laptop milik kita hilang,
Tentu saja sedih, siapa yang tidak
Tapi apakah kita sedih kalau masa remaja, masa muda, masa-masa keemasan kita
Hilang begitu saja, tidak bisa dicari lagi.

Apakah kita sedih saat ditinggal pesawat, kereta, dan tiketnya hangus
Tentu saja sedih, siapa yang nggak
Tapi apakah kita sedih kalau kita telah ditinggal hari
Pagi telah berlalu, siang sudah lewat, menyisakan malam penuh sesal?

Orang2 banyak sedih karena putus cinta, kehilangan seseorang
Tentu saja sedih, mungkin begitu
Tapi apakah orang2 sedih saat putus hidayah, kehilangan kelembutan hati
Untuk mendengarkan nasehat, mendatangi majelis ilmu

Orang2 banyak sedih karena kehilangan lowongan pekerjaan
Tentu saja sedih, boleh jadi
Tapi apakah orang2 juga sedih saat kehilangan kesempatan berbuat baik?
Malah tidak peduli, dan tidak tahu menahu.

Orang2 banyak sedih karena ketinggalan menonton film, ketinggalan makan siang,
ketinggalan apalah, kehilangan entahlah
Tentu saja sedih, mungkin demikian
Tapi apakah orang2 juga sedih saat tahu dia telah kehilangan begitu banyak waktu
Tersia-siakan oleh hal-hal mubazir dan tidak perlu

Ada banyak sekali jenis kehilangan di dunia ini
Sayangnya, kadang kita lupa mana yang hakiki, mana yang tidak
Harta benda yang hilang bisa diganti, tapi masa remaja tak akan pernah kembali
Perjalanan bisa di-reschedule, tapi tidak ada jadwal ulang untuk waktu
Bahkan cinta bisa berganti, bersemi lagi, tapi hal-hal hakiki, boleh jadi sudah terlanjur pergi
Dan kita justeru telah kehilangan sesuatu yang seharusnya kita tangisi siang malam
Sayangnya kita tidak menyadarinya.

------------------------------------------------------------------------------------------------


“Begitulah kehidupan, Ada yang kita tahu, ada pula yang tidak kita tahu.Yakinlah, dengan ketidak-tahuan itu bukan berarti Tuhan berbuat jahat kepada kita. Mungkin saja Tuhan sengaja melindungi kita dari tahu itu sendiri.”

— Rembulan Tenggelan di Wajahmu - Tere Liye

----------------------------------------------------------------------------------------------


Di dunia ini, banyak orang mencintai seseorang yang bahkan bicara dengannya langsung lebih dari 5 menit saja pun belum pernah.

Itulah kenapa urusan perasaan itu disebut 'gila'.

Mungkin itu termasuk kalian, bukan? Diam-diam memendam perasaan. Tapi tidak mengapa. Bersabarlah. Menunggu. Besok lusa, jika tiba waktunya, benar caranya, dan berjodoh, kalian bisa menghabiskan 50 tahun bersamanya.

-----------------------------------------------------------------------------------------------


“Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan, mengikhlaskan semuanya.

Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus.

Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan.”

— Tere Liye, novel “Daun yang jatuh tak pernah membenci Angin”

----------------------------------------------------------------------------------------------


*Angin, Hujan dan Sakit Hati

Kenapa ada angin?
Agar orang-orang tahu kalau ada udara di sekitarnya.
Tiap detik kita menghirup udara, kadang lupa sedang bernafas.
Tiap detik kita berada dalam udara, lebih sering tidak menyadarinya
Angin memberi kabar bagi para pemikir
Wahai, sungguh ada sesuatu di sekitar kita
Meski tidak terlihat, tidak bisa dipegang

Kenapa ada hujan?
Agar orang-orang paham kalau ada langit di atas sana
Tiap detik kita melintas di bawahnya, lebih sering mengeluh
Tiap detik kita bernaung di bawahnya, lebih sering mengabaikan
Hujan memberi kabar bagi para pujangga
Aduhai, sungguh ada yang menaungi di atas
Meski tidak tahu batasnya, tidak ada wujudnya

Begitulah kehidupan.
Ada banyak pertanda bagi orang yang mau memikirkannya

Kenapa kita sakit hati?
Agar orang-orang paham dia adalah manusia
Tiap saat kita melalui hidup, lebih sering tidak peduli
Tiap saat kita menjalani hidup, mungkin tidak merasa sedang hidup
Sakit hati memberi kabar bagi manusia bahwa kita adalah manusia
Sungguh, tidak ada hewan, binatang yang bisa sakit hati
Apalagi batu, kayu, tanah, tiada pernah sakit hati

Maka berdirilah sejenak, rasakan angin menerpa wajah
Lantas tersenyum, ada udara di sekitar kita

Maka mendongaklah menatap ke atas, tatap bulan gemintang atau langit biru bersaput awan
Lantas mengangguk takjim, ada langit di sana

Maka berhentilah sejenak saat sakit hati itu tiba, rasakan segenap sensasinya
Lantas tertawa kecil atau terkekeh juga boleh, kita adalah manusia.

----------------------------------------------------------------------------------------------------

*Apa yang tidak pernah, bukan berarti

Apa yang tidak pernah tersampaikan oleh kata-kata
Bukan berarti dia tidak pernah tersampaikan

Apa yang tidak pernah dituliskan oleh huruf-huruf
Bukan berarti dia tidak pernah dituliskan

Apa yang tidak pernah dikirimkan lewat pak pos, mamang kurir,
Atau sekedar angina, perantara bulan purnama, bintang-gemintang
Maka bukan berarti dia tidak pernah dikirimkan

Apa yang tidak pernah dihamparkan di atas rumpur menghijau,
Di atas halaman sekolah, atau sekedar di langit-langit kamar
Maka bukan berarti dia tidak pernah terhamparkan

Wahai, boleh jadi sungguh hal itu telah disampaikan, oleh kerling mata
Boleh jadi sungguh sudah dituliskan, lewat gesture wajah
Mungkin saja sudah dikirimkan melalui symbol-simbol laksana symbol asap suku pedalaman
Dan bahkan telah dihamparkan melalui semuanya, segalanya

Tidakkah kau mengerti?

Sungguh, apa yang tidak pernah dibisikkan oleh mulut kita
Bukan berarti dia tidak pernah dipanjatkan
Dipanjatkan lewat doa-doa, lewat diam, lewat keheningan hati yang terhormat.
Maka menjalin tinggi ke atas sana
Menunggu jawaban yang pasti dan melegakkan hati
Tidak akan merugi bagi yang paham.


Jika kita belum siap untuk serius, maka tutup pintunya rapat2, gembok dengan rantai terbaik, lantas lemparkan anak kuncinya ke dalam lautan yang luas. Begitulah cara terbaik menjaga hati dengan perasaan.

Well, jangan cemas anak kuncinya tidak akan ketemu. Jika sudah tiba saatnya, jodoh yang baik akan membawa anak kuncinya, dan hei, pas sekali, sempurna sudah membuka pintu hati tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar