Kamis, 11 April 2013

Ketika Mas Dosen Pergi





Inilah kisah mahasiswa tingkat akhir dengan seabrek curahan hati…

          Aneh, suasana perpustakaan hari ini seperti pasar malam. Ramai tapi tak bising. Biasanya pasar itu ramai kan, dan suasana malam itu sunyi kan, pas ! Aku sembari mengibas-ibaskan kain jilbab yang basah kuyup hanya bisa tercengang melihat pemandangan ini. “Aiiisshh… kenapa penuh sekali” gumamku. Ada satu tempat duduk tak berpenghuni akhirnya kuputuskan untuk ku kuasai sejenak. Ku taruh tas dan jaket yang juga ikut basah karena hujan, lalu ku pergi ke ruang belakang perpus. Berharap masih ada space untuk bisa ku singgahi.

          “Ohhh Tuhan….” kecewaku melihat kursi tak ada space sedikitpun untukku.
          Berbalik arah lah aku menuju kursi dimana tas dan jaket kubiarkan tergeletak begitu saja disana. “Loh, mbak nggak jadi merpus?” sapa seorang adik angkatan yang tetiba nongol dihadapanku. “Hhaa.. mau diluar aja dek. Nggak ada space sama sekali buat merpus” kataku.

“Hahaha… maklum mbak lagi pada mid semester. Semangat mbak!” Hhhhfftt…. kata Semangat yang keluar dari mulut mereka itu kadang bikin sebel di saat-saat seperti ini. Kalau nggak semangat, dari pagi tadi tak perlu lah ku niatkan merpus. Raawwwrrr… lagi sensitif.

          Ini bukan masalah karna kampus sedang melalui ujian hidup yang dinamakan “mid semester” (ahh… tetiba ingat seabrek tugas take home yang langganan dosen berikan setiap ujian hidup ini datang), tapi ini masalah “kenapa ruangan di bagian skripsi juga penuh sesak?? Pada kebelet lulus atau apa nih? Buru-buru amat.” Nggak sadar diri kalau dirinya sendiri juga pengin buruan melangkah pergi dari kampus ini dengan mahakarya mumpuni. Asik :p. Akhirnya kuraih tas gendong dan jaket ku kemudian melaju pergi sembari menatap sinis ruangan perpus kala itu. Kadang, di usia akhir mahasiswa sepertiku ini ego bahwa perpus lebih berhak disinggahi mahasiswa-mahasiswa skripsi itu lebih penting daripada mahasiswa lain. Hahahaha.

Tengak-tengok kanan-kiri atas-bawah ke arah ruangan di dalam gedung bertingkat 5 ini, mencari posisi oke nan pewe untuk berkutat bersama Microsoft word. Nah, kutemukan.

          --------------------------------------------------------------------------------------
          Dengan dahi terus mengernyit aku mencoba memahami apa yang disampaikan dosen pembimbing (selanjutnya dipanggil “Mas Dosen” biar lebih keren sedikit) tentang kerangka tulisan calon mahakaryaku ini. Sesekali aku mengangguk mengerti, tapi lebih sering aku mengernyit tak memahami, ku timpali saja “maksudnya gimana ya, mas?” lalu Mas Dosen kembali menjelaskan dan aku mengerti. Seketika aku seolah bersinar setelah berdiskusi panjang dengan Mas Dosen saat itu. Seperti mendapat sekodi bohlam lampu lalu ku pasang seluruhnya di langit-langit kamar, teraangg. Yap! Aku dapat pencerahan untuk menulis seperti apa besok skripsiku ini.

          Sigap, sebelum menutup halaqah bersama Mas Dosen ini aku segera membuat janji untuk pekan depan. “Pekan depan luang hari apa, mas? Saya mau beri progress hasil diskusi ini nanti.” dengan penuh semangat, tanpa basa-basi.

          “Hmm… kebetulan dua minggu ke depan saya ada tugas ke luar negeri. Jadi, untuk sementara kita belum bisa bertemu, setelah saya pulang baru kita bisa buat janji lagi.” katanya santai.

          Dua minggu ya?? Agak melongo dan tak taulah, hanya saja ketika beliau berkata dua minggu itu terasa lama sekali. Belum lagi, beliau bilang, setelah pulang baru kita bisa buat janji lagi, seolah buat janji dengan beliau itu mudah. Ohhh… Oke, tak mau kalah akhirnya aku melontarkan saran “bagaimana kalau bimbingan via email mas? Nanti saya kirimkan progress saya via email” timpalku.

          “Begitu juga boleh. Nanti kalau sempat akan saya baca” jawabnya santai tanpa rasa belas kasihan sedikitpun kepadaku.

          “Nanti kalau sempat akan saya baca…” kalimat itu… bikin geregetan mendengarnya. “Ya, harus sempat dibaca donk, mas. Ini kan juga demi kelulusan anak didikmu.” protesku dalam hati. Akhirnya DEAL, progress tulisan dua pekan depan didiskusikan via email. Memang dasarnya aku yang segala hal ingin perfect, masih mengganjal di tinggal pergi Mas Dosen selama dua minggu ke luar negeri. Hmmm…

          --------------------------------------------------------------------------------------
          Dalam keadaan masih basah kuyup, akhirnya aku duduk tenang di kursi yang kupilih tak jauh dari perpus dimana biasa aku tongkrongi. Masih heran dengan perpus yang penuh sesak sampai-sampai tidak ada space lagi untukku, berharap satu per satu orang di dalamnya keluar menyisakan sedikit tempat untukku. “Dodooll… di luar hujan deras buukk.. mana ada yang mau keluar” hhhh… oke aku menyerah.

          Dua minggu berlalu setelah halaqah terakhir yang paling mencerahkan bersama dosbingku. Belum sempat aku menghubungi beliau lagi menanyakan terkait progress yang ingin aku dapat tanggapan dan respon Mas Dosen. Ku ambil HP dari dalam tas ku, berniat SMS beliau dan membuat janji bertemu. Seketika dengan gemulai jari mulai menari-nari di atas tombol dan membentuk kalimat per kalimat.

          “Assalamualaykum Mas, pekan depan ada waktu luang tidak ? Saya ingin diskusi terkait progress yang sudah saya buat. Terimakasih.” bunyi isi SMS untuk Mas Dosen dengan tak lupa mengucapkan terimakasih sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa beliau membimbing selama ini. Bijak. #pasangmukasok

          Gayung bersambut. SMS pun di balas, tumben lebih cepat dari biasanya, Alhamdulillah… hawa-hawanya bakal ada respon menyenangkan nih.

          “Maaf, dua pekan ke depan saya full hingga tanggal 20, saya ada acara workshop di jogja-jakarta jadi belum ada waktu lagi untuk bertemu”

          OH NOOOOO !! Semakin lemas dan mood berasa anjlok dari ketinggian seribu kaki seketika membaca balasan SMS itu. Lagi. Ditinggal pergi Mas Dosen selama dua minggu. Ya Rabb… tanpa sadar kepala sudah dalam keadaan “ndlosoor” di atas meja. Nggak ! Nggak boleh putus asa, terus berusaha ! Amunisi yang biasa aku lontarkan saat dalam keadaan seperti ini akhirnya ku keluarkan lagi.

          “Kalau begitu, beberapa hal yang ingin saya tanyakan saya kirim via email saja ya, mas ?” berharap setidaknya beliau berkata, “Insya Allah, nanti saya baca dan beri komentar”

          Akan tetapi…. “Saya baru bisa baca ya setelah tanggal 20 itu”  ternyata memang benar, harusnya dari awal kita berharapnya sama Allah saja, jangan sama Mas Dosen -,-‘ .

          Gusti… paringono kekuatan lan kesabaran. Keadaan sedang tidak fit ditambah kehujanan dan basah kuyup dibumbui kecewa tak mendapat space oke di dalam perpus lalu di seasoning (bahasa chef) dengan kenyataan seperti ini. Ohhh… betapaaaaaaaaaa… apalah daya, mungkin benar omongan orang di luar sana, kelulusan mahasiswa tergantung dari luang atau tidaknya waktu mereka untuk kita. Kalau saja aku terindoktrinasi dengan statement itu, hmmm… protes habis-habisan lah aku ke Mas Dosen. Tapi, Hei ! Mas Dosen itu juga manusia kaliiiikk… beliau juga memiliki kesibukan lain, tak hanya mengurusi kita anak didiknya. Yayaya… aku paham. Aku maklum.

          Dan ya, di balik skenario pasti ada skenario. Allah mendatangkan ujian seperti ini bukan tanpa makna, pasti ada ibrah yang bisa diambil. Mungkin Allah meminta aku untuk lebih mendalami materi dan mempelajari apa yang menjadi calon mahakaryaku ini. Atau Allah meminta aku untuk yaa… mencicil data-data dengan cara yang lain agar bisa mulai mengantongi sejumlah bahan. Bisa jadi, Allah juga memintaku untuk lebih berusaha keras sehingga tak lengah ketika dihadapkan pada kondisi-kondisi seperti ini. Mengejar Mas Dosen hingga ke ujung dunia #lebay. Dan yang pasti, Allah tengah menguji kesabaran agar aku lebih menghargai setiap waktu dan mampu memanfaatkan waktu itu untuk tetap produktif. Ternyata.

          Inilah nikmatnya melalui sebuah proses. Dinamika mendakin gunung.. lewati lembah.. (soundtrack Ninja Hatori) akan dilewati. Bolehlah kadang kita berada di puncak, tapi boleh juga lah merasakan sensasinya ketika di bawah. Kata kawan “udaahh… nikmati aja…”. Ya, akan ku nikmati selagi bisa ku nikmati. Toh, kenikmatan akan sebuah hasil dari jerih payah selama ini juga akan kurasakan nanti #senyumperi.

          Intinya, Allah itu adil kok. Proses seperti ini juga merupakan suatu pembelajaran untuk kita bisa semakin berkembang. Mencoba berprasangka baik, terkhusus kepada Allah, adalah hikmah lain yang bisa dipetik. “Ya… mungkin Allah punya rencana lain Ketika Mas Dosen Pergi..”.

          Cintai lah prosesnya. Karena dibalik skenario akan ada skenario, yang mungkin lebih indah dan bermanfaat bagi kita. Gusti mboten sare …

#KeepHusnudzon 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar