Jumat, 01 November 2013

Apresiasi = Kemuliaan ??


            Betapa hari-hari yang kita lalui begitu luar biasa, tanpa kita sadari ia memberikan banyak makna dalam tujuan hidup kita. Seperti hari ini, berkumpul dengan mereka yang hatinya diliputi kecintaan yang luar biasa kepada Rabb nya. Seperti hari ini dimana jiwa-jiwa yang mengharap ridho-Nya berkumpul dalam sebuah majelis kecil yang mencoba membangun asa dan cita menuju syurga. “Jangan remehkan forum kecil,…” kata sang guru, “terkadang kita meremehkan forum-forum kecil padahal bisa jadi dari sana tersembunyi energi dan ilmu luar biasa.” lanjut beliau. Ya, meski hanya dihadiri oleh tim training JAN namun inilah sekolah JAN yang sesungguhnya, yaitu dimana seluruh orang-orang yang tergabung di dalamnya merasakan forum dan aktivitas-aktivitas ini sebagai kebutuhan.

            Hari ini, seperti hari jumat biasanya, kami (tim JAN) selalu mengadakan sekolah JAN untuk berbagai bidang dan hari ini adalah jatah kami para trainer JAN untuk berbagi ilmu. “Bahagia Menjadi Trainer” itulah tema yang kami usung. Awalnya kami disuguhi oleh 4 pertanyaan utama,
1.      Apa yang membuatmu tertarik dengan training ?
2.      Apa yang membuatmu bahagia selama berlangsungnya proses training ?
3.      Apa yang membuatmu senang dengan training ?
4.      Dan apa yang dibutuhkan olehmu untuk memperbaiki proses training ?

Beragam jawaban dengan berbagai ekspresi kami lemparkan dan diskusikan. “saya merasa tertarik ketika pernah suatu ketika diajak teman mengikuti sebuah training dan merasakan ada hal yang berbeda.” , “saya merasa tertarik karna dalam training selalu memberikan motivasi-motivasi.” , “saya merasa bahagia ketika mampu berinteraksi dengan orang-orang baru dan memahami karakter mereka.” , “saya merasa butuh dalam training ketika bisa berkumpul dengan orang-orang yang memiliki mimpi yang sama dan memiliki mentor dibidang yang sama untuk mencapai impian itu.” , “saya merasa bahagia ketika kemudian mendapat apresiasi yang baik dari peserta. Misalnya, mereka berterimakasih karena materi yang disampaikan begitu membekas.” A.P.R.E.S.I.A.S.I (?)

Apresiasi atau katakanlah sebuah penghargaan. Bermacam-macam memang bentuknya. Namun apakah kemudian itu yang menjadi hasil atas kepuasan aktivitas kita ?          Banyak memang fenomena yang memperlihatkan begitu di apresiasinya seorang trainer, seorang ustadz/ustadzah, seorang motivator, seorang penulis buku, seorang yang mengisi majelis-majelis ta’lim kesana kemari, seorang dan seorang lainnya yang mungkin memang memiliki “tempat” di hati para penyanjungnya. Ahh… apresiasi bisa jadi menipu kita. Maka, epilog sang guru pun menutup proses aktivitas hari ini. Dan lagi-lagi hati kami merasa tercabik mendengar dan merenungkannya.

“Di puja-puji oleh orang atau di apresiasi oleh orang itu BUKANLAH KEMULIAAN. Kecuali kita memang tahu dan benar-benar mengamalkan apa yang kita ketahui.” begitu tegas beliau sampaikan dan penuh dengan aksen.

“Maa amilta fii maa alimta,…” tambahnya menekankan. “Apa yang telah engkau amalkan dari apa yang kau ketahui (?)” jelasnya.

Seketika hati terperanjat. “Sia-sia jika seorang trainer atau seorang da’i bangga dengan apa yang dia bicarakan namun tiada ia mengamalkan. Itu munafiq.” . Rasanya darah ini berdesir kencang, seolah air menghujani hati ini begitu deras. Rabb… Astaghfirullah. Seketika suasana majelis itu menjadi hening, seolah semua terperangah dalam diam dan mencoba merenungi dalam diri. Kami dengan seksama mencoba menghayati apa yang menjadi epilog sang guru sepulangnya mengisi suatu forum di luar kota dan beliau sempatkan bertandang menemani kami, yang masih dengan bangga berbagi pengalaman aktivitas kami selama ini. Bangga (?) Ahh… begitu hinanya tanpa kita sadari.

Apalah arti apresiasi ? Jabatan ? Posisi ? Yang selama ini dengan bangga dan senang hati kita rasakan keberadaannya menyelimuti aktivitas-aktivitas ini. Puja-puji orang-orang di sekitar kita, layakkah bersandar dalam diri kita ? Layakkah kita banggakan ? Layakkah menjadi kepuasan ? Layakkah ia menjadi modal kita menuju syurga-Nya ??? TIDAK.

Seorang trainer, seorang da’i dengan seluruh aktivitasnya apakah tak melihat bahwa itulah yang sedikit demi sedikit menggerogoti amalan-amalan hatinya ? Rabb… diri ini masih begitu hina. Ilmu yang selama ini kita dapat hanyalah secuil bekal bagi kita untuk membeli tiket masuk ke syurga-Nya. Bagaimana dengan amalannya ? Bagaimana dengan hatinya ? Dimana kita meletakan IA dalam setiap aktivitas kita ? Dan hari ini, hati begitu tercabik, perih.

“PR utama seorang trainer adalah mentraining dirinya sendiri.” Tambah sang guru, dan teringat lagi dengan tulisan tahun lalu. ( http://annisarachmawati91.blogspot.com/2012/01/be-trainer-tulisan-tanggal-10-november.html )

“Sebelum engkau selesai menyelesaikan urusan orang lain, maka selesaikan dahulu dirimu.” Setidaknya itu lah poin yang dapat diambil. Ketika kita mampu berbicara di depan banyak orang dengan penuh kemantapan, pertanyaannya adalah “apakah engkau juga mengamalkan apa yang kau bicarakan?” Sekali lagi hati tercabik. Lalu pantaskah sebuah apresiasi bersandar dalam dalam diri ? Di elu-elu kan di hadapan banyak orang, disinggung namanya setiap hari, dibanggakan kehadirannya, dan kita dengan senang hati menikmati semua itu. Lalu dimanakah kita meletakkan IA dalam setiap aktivitas-aktivitas kita ? Sementara kita pun belum selesai mengamalkannya dalam keluarga kita. Di saat kita sibuk menghadiri forum-forum yang dihadiri puluhan bahkan ratusan orang, dikala diri serius menyiapkan materi untuk mengisi kajian-kajian, ketika tak henti kita mendatangi kota demi kota untuk menyampaikan setiap apa yang ingin kita sampaikan dihadapan banyak orang, apakah semua itu kita lakukan pula dalam keluarga kita ? Ayah, ibu, kakak, adik, suami, istri, anak ??

“Quu anfusakum wa ahlikum naaro.” pungkas beliau.

Tak terasa air mata membasahi pipi. Merasakan butir-butir air tersedu membasahi ujung kelopak mata. Hati kami menangis, jiwa kami menangis, kami terdiam, dan ini teguran. Bahkan urusan mengantarkan kebaikan kepada keluarga pun masih dipertanyakan. Rabb… kami sadari jalan kami masih jauh, jauuuhhhh sekali untuk mencapainya (syurga). Bahkan hati kami masih seringkali terkotori, terkotori sendiri oleh amalan hati kami. Bahkan keikhlasan semata hanya untuk mengharap ridho-Mu dalam setiap aktivitas kami pun terselimuti oleh sanjungan, pujian, dan berbagai apresiasi duniawi. Lalu bagaimana apresiasi-Mu terhadap kami ? *Air mata semakin tak tertahankan, dan kami masih terdiam dalam refleksi dan renungan* Sementara Rasulullah di masa awalnya mensyiarkan islam, beliau sampaikan kepada mereka yang terdekat, keluarganya, bunda Khadijah. Lalu bagaimana dengan kita. Apakah kita telah selesai dengan diri kita masing-masing ? Apakah kita telah benar-benar mengamalkan apa yang sudah kita ketahui ?

Apresiasi, jabatan, posisi duniawi samasekali takkan bernilai jika kemudian ia melemahkan sikap dan keyakinan penghambaan kita kepada-Nya, semata kepada-Nya. Maka dimanakah letak ikhlas kita ? Sungguh, kita ini masih hina dimata-Nya. Masih sangat kecil dihadapan-Nya. Dibandingkan mata dan hadapan makhluknya, kita masih belum apa-apa. Syurga masih jauh. Syurga yang didalamnya penuh kenikmatan hakiki masih jauh dari rengkuhan tangan kita. Jauuuhhh. Rabb… masih jauh sekali, jauh. Maka apakah apresiasi makhluk-Mu adalah bentuk kemuliaan ? BUKAN. Kemuliaan itu hanya kami dapat dari-Mu. Sungguh diri kami masih jauh dari baik, masih panjang perjalanan kami, masih banyak yang harus kami renovasi. Hati kami, jiwa kami, amalan kami, ilmu kami, jauhh… Jauh sekali.

“Rabb, jauh keikhlasan kami dari kesempurnaan, jauh upaya kamu dari kesungguhan, masih hina diri ini dalam setiap amalan, begitu panjang perjalanan kami untuk merengkuhnya (syurga). Bantu perbaiki kami dalam setiap aktivitas kami, pujian, sanjungan, apresiasi makhluk-Mu bukanlah perantara kami mencapai cinta dan ridho-Mu. Kami hanyalah manusia kecil yang berupaya, dan masih terus berupaya mencapai kecintaan-Mu. Masih berupaya semata hanya karena-Mu. Maka perbaikilah kami, jagalah kami dan keluarga kami untuk menyongsong kemuliaan yang hakiki, yaitu kemuliaan dari-Mu. Bukan kemuliaan makhluk-Mu.”

            Apresiasi, jabatan dan posisi itu tak berarti, jika ia melemahkan sikap dan keyakinan penghambaan kita kepada-Nya.~

Berilmu lah dan beramal lah dengan penuh keikhlasan (semata karena Allah). Lillah, Fillah, Billah.

Waallahu’alam bishowab, sesungguhnya lisan hanyalah perantara untuk menyampaikan, tulisan adalah perantara untuk mengingatkan, sementara kebenaran tetap milik-Nya. Milik-Nya.


*dan ini lah epilog yang luar biasa dari forum KECIL yang luar biasa*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar