Aneh,
suasana perpustakaan hari ini seperti pasar malam. Ramai tapi tak bising.
Biasanya pasar itu ramai kan, dan suasana malam itu sunyi kan, pas ! Aku
sembari mengibas-ibaskan kain jilbab yang basah kuyup hanya bisa tercengang
melihat pemandangan ini. “Aiiisshh… kenapa penuh sekali” gumamku. Ada satu
tempat duduk tak berpenghuni akhirnya kuputuskan untuk ku kuasai sejenak. Ku
taruh tas dan jaket yang juga ikut basah karena hujan, lalu ku pergi ke ruang
belakang perpus. Berharap masih ada space untuk bisa ku singgahi.
“Ohhh
Tuhan….” kecewaku melihat kursi tak ada space sedikitpun untukku.
Berbalik
arah lah aku menuju kursi dimana tas dan jaket kubiarkan tergeletak begitu saja
disana. “Loh, mbak nggak jadi merpus?” sapa seorang adik angkatan yang tetiba
nongol dihadapanku. “Hhaa.. mau diluar aja dek. Nggak ada space sama sekali
buat merpus” kataku.
“Hahaha… maklum mbak lagi pada mid
semester. Semangat mbak!” Hhhhfftt…. kata Semangat yang keluar dari mulut
mereka itu kadang bikin sebel di saat-saat seperti ini. Kalau nggak semangat, dari
pagi tadi tak perlu lah ku niatkan merpus. Raawwwrrr… lagi sensitif.
Ini
bukan masalah karna kampus sedang melalui ujian hidup yang dinamakan “mid
semester” (ahh… tetiba ingat seabrek tugas take home yang langganan dosen
berikan setiap ujian hidup ini datang), tapi ini masalah “kenapa ruangan di
bagian skripsi juga penuh sesak?? Pada kebelet lulus atau apa nih? Buru-buru
amat.” Nggak sadar diri kalau dirinya sendiri juga pengin buruan melangkah
pergi dari kampus ini dengan mahakarya mumpuni. Asik :p. Akhirnya kuraih tas
gendong dan jaket ku kemudian melaju pergi sembari menatap sinis ruangan perpus
kala itu. Kadang, di usia akhir mahasiswa sepertiku ini ego bahwa perpus lebih
berhak disinggahi mahasiswa-mahasiswa skripsi itu lebih penting daripada mahasiswa
lain. Hahahaha.
Tengak-tengok kanan-kiri atas-bawah ke arah
ruangan di dalam gedung bertingkat 5 ini, mencari posisi oke nan pewe untuk
berkutat bersama Microsoft word. Nah, kutemukan.
--------------------------------------------------------------------------------------
Dengan
dahi terus mengernyit aku mencoba memahami apa yang disampaikan dosen
pembimbing (selanjutnya dipanggil “Mas Dosen” biar lebih keren sedikit) tentang
kerangka tulisan calon mahakaryaku ini. Sesekali aku mengangguk mengerti, tapi
lebih sering aku mengernyit tak memahami, ku timpali saja “maksudnya gimana ya,
mas?” lalu Mas Dosen kembali menjelaskan dan aku mengerti. Seketika aku seolah
bersinar setelah berdiskusi panjang dengan Mas Dosen saat itu. Seperti mendapat
sekodi bohlam lampu lalu ku pasang seluruhnya di langit-langit kamar, teraangg.
Yap! Aku dapat pencerahan untuk menulis seperti apa besok skripsiku ini.
Sigap,
sebelum menutup halaqah bersama Mas Dosen ini aku segera membuat janji untuk pekan
depan. “Pekan depan luang hari apa, mas? Saya mau beri progress hasil diskusi
ini nanti.” dengan penuh semangat, tanpa basa-basi.
“Hmm…
kebetulan dua minggu ke depan saya ada tugas ke luar negeri. Jadi, untuk sementara
kita belum bisa bertemu, setelah saya pulang baru kita bisa buat janji lagi.” katanya
santai.
Dua
minggu ya?? Agak melongo dan tak taulah, hanya saja ketika beliau berkata dua
minggu itu terasa lama sekali. Belum lagi, beliau bilang, setelah pulang baru
kita bisa buat janji lagi, seolah buat janji dengan beliau itu mudah. Ohhh…
Oke, tak mau kalah akhirnya aku melontarkan saran “bagaimana kalau bimbingan
via email mas? Nanti saya kirimkan progress saya via email” timpalku.
“Begitu
juga boleh. Nanti kalau sempat akan saya baca” jawabnya santai tanpa rasa belas
kasihan sedikitpun kepadaku.
“Nanti kalau sempat akan saya baca…” kalimat
itu… bikin geregetan mendengarnya. “Ya, harus sempat dibaca donk, mas. Ini kan
juga demi kelulusan anak didikmu.” protesku dalam hati. Akhirnya DEAL, progress tulisan dua pekan depan
didiskusikan via email. Memang dasarnya aku yang segala hal ingin perfect, masih mengganjal di tinggal
pergi Mas Dosen selama dua minggu ke luar negeri. Hmmm…
--------------------------------------------------------------------------------------
Dalam
keadaan masih basah kuyup, akhirnya aku duduk tenang di kursi yang kupilih tak
jauh dari perpus dimana biasa aku tongkrongi. Masih heran dengan perpus yang
penuh sesak sampai-sampai tidak ada space lagi untukku, berharap satu per satu
orang di dalamnya keluar menyisakan sedikit tempat untukku. “Dodooll… di luar
hujan deras buukk.. mana ada yang mau keluar” hhhh… oke aku menyerah.
Dua
minggu berlalu setelah halaqah terakhir yang paling mencerahkan bersama
dosbingku. Belum sempat aku menghubungi beliau lagi menanyakan terkait progress
yang ingin aku dapat tanggapan dan respon Mas Dosen. Ku ambil HP dari dalam tas
ku, berniat SMS beliau dan membuat janji bertemu. Seketika dengan gemulai jari
mulai menari-nari di atas tombol dan membentuk kalimat per kalimat.
“Assalamualaykum Mas, pekan depan ada waktu
luang tidak ? Saya ingin diskusi terkait progress yang sudah saya buat. Terimakasih.”
bunyi isi SMS untuk Mas Dosen dengan tak lupa mengucapkan terimakasih
sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa beliau membimbing selama ini. Bijak.
#pasangmukasok
Gayung
bersambut. SMS pun di balas, tumben lebih cepat dari biasanya, Alhamdulillah…
hawa-hawanya bakal ada respon menyenangkan nih.
“Maaf, dua pekan ke depan saya full hingga
tanggal 20, saya ada acara workshop di jogja-jakarta jadi belum ada waktu lagi
untuk bertemu”
OH
NOOOOO !! Semakin lemas dan mood berasa anjlok dari ketinggian seribu kaki
seketika membaca balasan SMS itu. Lagi. Ditinggal pergi Mas Dosen selama dua
minggu. Ya Rabb… tanpa sadar kepala sudah dalam keadaan “ndlosoor” di atas
meja. Nggak ! Nggak boleh putus asa, terus berusaha ! Amunisi yang biasa aku
lontarkan saat dalam keadaan seperti ini akhirnya ku keluarkan lagi.
“Kalau begitu, beberapa hal yang ingin saya
tanyakan saya kirim via email saja ya, mas ?” berharap setidaknya beliau
berkata, “Insya Allah, nanti saya baca dan
beri komentar”
Akan
tetapi…. “Saya baru bisa baca ya setelah
tanggal 20 itu” ternyata memang
benar, harusnya dari awal kita berharapnya sama Allah saja, jangan sama Mas
Dosen -,-‘ .
Gusti…
paringono kekuatan lan kesabaran. Keadaan sedang tidak fit ditambah kehujanan
dan basah kuyup dibumbui kecewa tak mendapat space oke di dalam perpus lalu di seasoning (bahasa chef) dengan kenyataan
seperti ini. Ohhh… betapaaaaaaaaaa… apalah daya, mungkin benar omongan orang di
luar sana, kelulusan mahasiswa tergantung dari luang atau tidaknya waktu mereka
untuk kita. Kalau saja aku terindoktrinasi dengan statement itu, hmmm… protes
habis-habisan lah aku ke Mas Dosen. Tapi, Hei ! Mas Dosen itu juga manusia
kaliiiikk… beliau juga memiliki kesibukan lain, tak hanya mengurusi kita anak
didiknya. Yayaya… aku paham. Aku maklum.
Dan
ya, di balik skenario pasti ada skenario. Allah mendatangkan ujian seperti ini
bukan tanpa makna, pasti ada ibrah yang bisa diambil. Mungkin Allah meminta aku
untuk lebih mendalami materi dan mempelajari apa yang menjadi calon mahakaryaku
ini. Atau Allah meminta aku untuk yaa… mencicil data-data dengan cara yang lain
agar bisa mulai mengantongi sejumlah bahan. Bisa jadi, Allah juga memintaku
untuk lebih berusaha keras sehingga tak lengah ketika dihadapkan pada
kondisi-kondisi seperti ini. Mengejar Mas Dosen hingga ke ujung dunia #lebay.
Dan yang pasti, Allah tengah menguji kesabaran agar aku lebih menghargai setiap
waktu dan mampu memanfaatkan waktu itu untuk tetap produktif. Ternyata.
Inilah
nikmatnya melalui sebuah proses. Dinamika mendakin gunung.. lewati lembah..
(soundtrack Ninja Hatori) akan dilewati. Bolehlah kadang kita berada di puncak,
tapi boleh juga lah merasakan sensasinya ketika di bawah. Kata kawan “udaahh…
nikmati aja…”. Ya, akan ku nikmati selagi bisa ku nikmati. Toh, kenikmatan akan
sebuah hasil dari jerih payah selama ini juga akan kurasakan nanti #senyumperi.
Intinya,
Allah itu adil kok. Proses seperti ini juga merupakan suatu pembelajaran untuk
kita bisa semakin berkembang. Mencoba berprasangka baik, terkhusus kepada
Allah, adalah hikmah lain yang bisa dipetik. “Ya… mungkin Allah punya rencana
lain Ketika Mas Dosen Pergi..”.
Cintai
lah prosesnya. Karena dibalik skenario akan ada skenario, yang mungkin lebih
indah dan bermanfaat bagi kita. Gusti mboten sare …
#KeepHusnudzon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar