Sebaik baik manusia adalah yang mampu memberikan manfaat kepada manusia yang lain dan yang senantiasa memperbaiki diri dalam setiap pergantian waktu ~,^
Jumat, 27 Desember 2013
Outing "Ukhuwah" Pengajian An-Nisaa' ( JAN Training Corporation )
Laguna Pantai Glagah, Lokasi Outing yang kece banget pemandangannya, adeemmm ^_^ |
Jeprettt dulu ! :D -JAN Training- |
Kerja sambil jalan-jalan sambil menikmati kebesaran Allah ya kayak gini iniii :p |
Ini diaa ibu-ibu super kece nan sholihah yang semangat sekali untuk kita ajak outing bersama :D |
Kita stretching dulu biar panaaasss semangaattt ibu ibuuuu ALLAHU AKBAR *sambil kepal tangan ke atas langit !!! :D |
Deeuuyyy udah mulai ngos-ngosan ya buuuu :D Alhamdulillah ototnya udah renggang. |
Nah !! Kita main "Sekoci-Sekoci" yaa... saya minta sekoci berdasarkan jumlah anak !! *gruduukk.. gruduukk.. ibu-ibu heboh cari temen :D " |
Saatnya memahami Bahasa Tarzan ! U.. uu.. uu.. ukk *sambil gerakin bahasa isyarat* |
Yuk pijet-pijetan dulu biar rileks... "Pijat hujan gerimiss...! Hujan Deras...! Hujan Badai.... ! Petiiirrrr !! |
Duhhh Romantis nyaaa :3 , main Balon Romantis dengan kaki salah satu menopang di atas kaki
|
Kamis, 26 Desember 2013
Diskusi Pendidikan #1
Bismillah.
Aku
mau share hasil diskusi pendidikan yang rutin kami (JANTraining) adakan setiap
kamis bersama Ustad Fauzil Adhim, Ustad Bagus, Ustad Fatan Fantastik dan Mas
Denis Dinamiz. Sembari menikmati berbagai jenis kopi suguhan dan koleksi Ustad
Fauzil diskusi semakin nikmat. Hehehe
Kopi Robusta Toraja, tingkat keasaman lebih rendah dibanding kopi di bawahnya :) |
Kopi Arabica Toraja+Kintamani, tingkat keasamannya lebih tinggi dan warna lebih hitam :) |
Nah,
prolog yang membuat tercengang mengenai kurikulum pendidikan Indonesia tahun
ini (2013) disampaikan oleh Ustad Fauzil. Jeddeeerr !! Ternyata, dibalik
pembuatan kurikulum pendidikan tahun 2013
ada campur tangan dan konstruksi pikir oleh salah satu ideolog JIL
sekaligus pendiri JIL. Beliau juga diamanahi untuk terlibat dalam membuat
kurikulum pelajaran Sastra mengingat beliau juga sosok budayawan. He is Gunawan
Mohamad. Yes, dalam buku “Kurikulum 2013 : Tanya Jawab dan Opini” beliau
menyampaikan kekecewaannya terhadap kurikulum pendidikan tahun ini yang
ternyata tidak begitu sesuai dengan harapannya. Bahwa kurikulum tersebut
terlalu berlebihan dalam mengikutsertakan nilai-nilai keagamaan.
Well,
yang ingin aku tekankan di sini adalah “Mengapa orang dengan alur pikir seperti
beliau dilibatkan dalam pembuatan kurikulum pendidikan Indonesia ?”. Jelas itu
akan mempengaruhi bentuk atau konstruksi pikir kurikulum pendidikan di tahun
berikutnya bukan ? Dan akan lebih menjelaskan lagi bahwa itu kemudian akan
merusak tatanan nilai agama yang ingin disampaikan kepada generasi berikutnya.
Mau dibawa kemana pendidikan Indonesia kemudian jika bahkan nilai agama
berusaha dihapuskan dari kurikulum Indonesia. Wooaahhh, yang kemudian saya
tangkap adalah “Ya, inilah bentuk Scientologi
di abad ini yang berusaha memperjuangkan “illah” nya dalam dunia pendidikan.
Lebih banyak menyembah akal dan ilmu pengetahuan dibanding “Yang Maha Memiliki dan
Memberi Akal serta Pengetahuan.” Siapa DIA ? Ya, jelas Allah SWT. Bahaya nih
bahaya ! Dan memang fenomena seperti ini sudah tidak jarang kita temui dalam
berbagai bidang kehidupan kita. Berbagai macam bentuk ideologi sudah menjadi
fitrah hawa nafsunya untuk dapat mengendalikan segala proses kehidupan
berbangsa dan bernegara. Inilah pentingnya kita untuk berhati-hati dalam
menerima segala bentuk informasi dan pengetahuan, semua itu perlu filternya,
yaitu Al Quran dan Sunnah.
Gunawan
Mohamad juga menyampaikan bahwa sesungguhnya besar harapannya Indonesia mampu
melahirkan seorang “Stephen Hawking”.
Akan
menjadi kekacauan pendidikan jika kemudian impian-impian perkembangan dan
keberhasilan pendidikan Indonesia akan berdasar pada tokoh ini, menjadi tolak
ukur lahirnya generasi yang berkualitas. Tak heran jika kemudian moral anak-anak
Indonesia justru semakin buruk, wong di kurikulumnya sendiri saja dikonstruksi
dengan alur pikir yang seperti itu. Mengesampingkan nilai-nilai ke-Tuhan-an
dibandingkan akal dan ilmu pengetahuan. Sementara moral itu dasarnya ada pada
pendidikan agama yang didalamnya termuat akan rasa penghambaan terhadap “Sang
Pemilik Segala”, Yang Maha Mengontrol setiap tindak tanduk kita selama di
dunia. Maka jelas bahayanya jika kurikulum yang melibatkan konstruksi pikir
Gunawan Mohamad ini akan merusak aqidah dan akhlak generasi penerus Indonesia.
Waspadalah bagi yang ingin menjadi guru, perhatikan pula hal-hal yang seperti
ini. Pak Mentri, tolong pikirkan dan pertimbangkan kembali siapa-siapa saja
yang penting, perlu, dan BAIK untuk dilibatkan dalam proses pembuatan
kurikulum. #Pray4KurikulumPendidikan2014.
Semoga Manfaat !
Senin, 23 Desember 2013
Jogja Never Die !
Alkisah, sang ulama besar dari
madinah pernah memberi pesan luar biasa atas konsistensinya. Ialah Imam Malik,
dengan keteguhannya bertahan di negeri Madinah demi seungkap asa dan cita yang
tengah ia perjuangkan. Penuh keyakinan dan keteguhan sebagai bentuk konsistensinya
mencapai titik kejayaan atas apa yang tengah ia bangun. Yaitu, mengikrarkan
diri untuk tidak keluar dari Madinah kecuali Haji. Berusaha kembali membangun
madinah dengan usaha yang besar, hingga kini masih terasa Madinah menjadi salah
satu rujukan bagi peradaban keilmuan dunia. Konsistensinya untuk menetap di
Madinah memberi pesan bahwa dimanapun kaki ini menapak, maka apa-apa yang ingin
kita bangun di tempat itu, upayakanlah dengan usaha yang besar dan konsisten.
Jadikanlah tempat itu sebagai titik pusat perjuangan kita, sumber dari segala
pengaruh yang akan tersebar di masa depan, sumber potensi yang mampu menguatkan
dinamika perjalanannya.
Dan menyematkan Jogjakarta sebagai replika
Madinah ketika Imam Malik memperjuangkan konsistensinya adalah bentuk upaya
yang meluap dalam benak saat ini. Menyematkannya dengan kerja-kerja besar dan
sungguh-sungguh sehingga mampu menjadikannya sebuah titik pusat peradaban yang
mampu memberikan pengaruh besar. Lewat karya, upaya, dan cita. Dan ini bentuk
rasa seolah kaki sulit meninggalkan Jogja sebagai titik karya dan upaya
dipusatkan. Bukan, bukan berarti kemudian membatasi diri untuk tidak samasekali
melihat dunia luar, bagaimanapun dunia luar juga akan memberikan pemahaman yang
berbeda untuk mengembangkan cakrawala dan alur pikir dalam rangka “bersikap
cerdas”. Dan mengaisnya diluar itu perlu. Ini masalah titik pusat. Maka
konsistensi dan keteguhanlah yang diuji. Dan itu lah sekelumit prolog prototype yang ingin dibangun di sini,
di Jogjakarta. Seperti Imam Malik yang teguh dan konsisten menetap di Madinah
untuk menjadikan Madinah salah satu pusat peradaban.
Sebagai orang Jogja asli memang tak
bisa dipungkiri nyamannya kondisi yang kadang melenakan. Tapi jangan salah,
justru di situ tantangannya. Selalu memutar otak agar diri merasa tertantang
dan penuh gairah melakukan kerja-kerja besar, itu perjuangannya. Di Jogja, aku
sematkan cita dan upaya untuk keberhasilan sebuah karya. Itu keteguhan yang
dengan segenap upaya dibangun “saat ini”, meski tak tahu apa yang akan terjadi
esok, bagaimanapun sebagai “seorang wanita” ada ketidakberdayaan untuk
menentang hahaha (no more explained :p ). Tapi aku menemukan dua hal berbeda di
sini, saat ini. Ya, dua rumah yang mungkin kelak akan menjadi pusat karyaku
akan berkembang dan berpengaruh, juga sebagai latar Jogja sebagai pusat karyaku
bersama orang-orang disekelilingku berkembang. Membangun replika Madinah yang
masih bertahan hingga saat ini.
Satu, rumah yang kelak akan menjadi
wadah mengembangkan dan menuntun untuk mencapai mimpi yang selama ini
terbangun. Satu yang lain, rumah yang kelak akan menjadi wadah pengabdian atas
ilmu yang selama ini telah aku timba dengan berbagai upaya. Menjadikannya
manfaat dan ma’rifat. Keduanya ada di sini, Jogjakarta. Maka segala upaya pun
akan diusahakan untuk tak beranjak dari sini dan menjadikannya kelak sebagai
titik pusat pengaruh. Dari dua rumah itu harapan kemudian mampu menjadi motor
penggerak pengaruh itu tersebar hingga ke pelosok dunia bahkan sekuat tenaga
menggemparkan seluruh penduduk langit. Kuncinya hanya satu, kerja-kerja itu
adalah bentuk penghambaan diri terhadap Rabb-nya. Maka, aku sematkan Jogjakarta
sebagai pusat upaya berjibaku bersama dinamikanya, sebagai pusat pengaruh karya
berkembang bersama cinta, sebagai replika Madinah yang menjadi salah satu pusat
peradaban keilmuannya dan sebagai pusat pengabdian pada Rabb semesta alam. Semoga
Allah teguhkan, kuatkan, dan istiqomahkan. Dari Jogja untuk Indonesia.
Terinspirasi oleh peristiwa dua hari
ini, rekan-rekan JAN Training Corporation yang mabit di rumah sembari sharing Life Plan 2014 dan agenda rutin untuk saling menguatkan.
Tambah hari ini berkumpul dengan rekan-rekan baru Government Laboratory
Yogyakarta yang diselipi kajian pra-nikah yang sebagian besar orang-orangnya cuma
terbukti teori tok ! praktek manaa ??? Haahaha, gara-garanya personil yang satu
udah tinggal menghitung hari untuk menggenapkan separuh dien-nya, yang lain
sok-sokan ngasih wejangan hahaha. Tapi ini jadi momen pula bagaimana kedepan
kami merangkai asa dan cita bersama. J Dari
Jogja untuk Indonesia !!!
Selasa, 17 Desember 2013
Ayam Betina
“Ada hal yang kadang tak perlu kita
jelaskan. Ada pula perasaan yang tak perlu kita ungkapkan. Mengeramkannya dalam
diam, seperti seekor ayam betina kepada telurnya, mungkin itulah cara yang baik. Agar kemudian ia menetas dengan sempurna
dan di saat yang tepat. Agar kemudian anaknya tahu kemana ia akan kembali
mencari induknya.”
15-12-13 23.10
Minggu, 17 November 2013
Sajak Ikhlas
Dua
kata yang tak terpisahkan,
Saling
berkesinambungan,
Saling
menggerakkan,
Membangun
ruh dan jiwa para pejuang,
Menggapai
kejayaan islam,
Meruntuhkan
keburukan dan keegoisan,
Menghancurkan
segala kesombongan,
Karna hanya
Dia sumber kemuliaan,
Ialah Niat
dan Keikhlasan.
Jumat, 15 November 2013
Sikap !
Ia
seonggok hasrat untuk memahami
Ia
sebaris pagar untuk menjaga diri
Ia
sekokoh benteng untuk melindungi
Dan ia
seberkas harap untuk bersuci
Terkadang
ia seperti belati,
Menusuk
rusuk menembus rongga paru
Terkadang
ia seperti goresan duri,
Menyayat
kulit ari merobek urat sendu
Bagaimanapun
sakitnya,
Semata
itu adalah pertahanannya
Bagaimanapun
perihnya,
Begitulah
ia menikam hatinya
Hanya
kemuliaanNya menjadi pengharapan
Hanya
sebongkah cintaNya menjadi tujuan
Maka
dengan ketegasan ia berkata,
“Maaf cukup sampai batas pagar, jangan lebih dari itu”
“Mengapa?” tanya sang hati
“Aku
takut kepada Sang Pemilik. Maka, cukup diam atau pergi saja.”
“Bukankah
kau pula yang menghadirkanku ? mengharap kenikmatan dari keberadaanku ?”
“Aku
takut kepada Sang Pemilik. Maka, cukup diam atau pergi saja.”
Dan
bertahan di balik pagar adalah sikapnya
Bersembunyi
di balik pelukan Rabb adalah sikapnya
Memilih
menghimpit rasa adalah sikapnya
Berusaha
keras menikam hati adalah sikapnya
Karena
itu pilihan,
Karena
itu keikhlasan,
Karena
itu keistiqomahan,
Yang melahirkan kemuliaan.
Maka
biarkan rasa itu tertikam atau pergi saja,
Jika kemudian
kemaksiatan yang ada,
Maka
biarkan rasa itu tertikam atau pergi saja,
Jika
kelalaian menjauhkan pada Rabb nya.
Karena,
Rasa adalah
kepastian,
Dan,
Sikap
adalah pilihan.
Sabtu, 09 November 2013
Ingat, Ada Allah Di Hatimu !
#RobithohKencengBuatSaudaraDisana
Minggu, 03 November 2013
:)
Dia hanya masih terus mencoba untuk menjadi berharga seperti mawar biru, berharga dimata Pencipta untuk meraih dan menuai kebaikan yang lebih.
Dia hanya masih terus mencoba memperbaiki diri untuk terlihat menyejukkan seperti mawar biru, dan mampu memberikan kesejukkan untuk peradaban kelak yang lebih mulia.
Dia hanya masih terus meniti kebeningan hati seperti mawar biru ketika dipandang, agar selalu memberi ketenangan bagi siapa yang pantas untuk memandangnya.
Ahh… aku sangat menyukai bunga ini :’) terimakasih
sodari-sodariku yang telah memberikannya 2 Oktober lalu ~
Jumat, 01 November 2013
Apresiasi = Kemuliaan ??
Betapa hari-hari yang kita lalui
begitu luar biasa, tanpa kita sadari ia memberikan banyak makna dalam tujuan
hidup kita. Seperti hari ini, berkumpul dengan mereka yang hatinya diliputi
kecintaan yang luar biasa kepada Rabb nya. Seperti hari ini dimana jiwa-jiwa
yang mengharap ridho-Nya berkumpul dalam sebuah majelis kecil yang mencoba
membangun asa dan cita menuju syurga. “Jangan remehkan forum kecil,…” kata sang
guru, “terkadang kita meremehkan forum-forum kecil padahal bisa jadi dari sana
tersembunyi energi dan ilmu luar biasa.” lanjut beliau. Ya, meski hanya
dihadiri oleh tim training JAN namun inilah sekolah JAN yang sesungguhnya,
yaitu dimana seluruh orang-orang yang tergabung di dalamnya merasakan forum dan
aktivitas-aktivitas ini sebagai kebutuhan.
Hari ini, seperti hari jumat
biasanya, kami (tim JAN) selalu mengadakan sekolah JAN untuk berbagai bidang
dan hari ini adalah jatah kami para trainer JAN untuk berbagi ilmu. “Bahagia
Menjadi Trainer” itulah tema yang kami usung. Awalnya kami disuguhi oleh 4
pertanyaan utama,
1.
Apa yang membuatmu tertarik dengan training ?
2.
Apa yang membuatmu bahagia selama
berlangsungnya proses training ?
3.
Apa yang membuatmu senang dengan training ?
4.
Dan apa yang dibutuhkan olehmu untuk
memperbaiki proses training ?
Beragam jawaban dengan
berbagai ekspresi kami lemparkan dan diskusikan. “saya merasa tertarik ketika
pernah suatu ketika diajak teman mengikuti sebuah training dan merasakan ada
hal yang berbeda.” , “saya merasa tertarik karna dalam training selalu
memberikan motivasi-motivasi.” , “saya merasa bahagia ketika mampu berinteraksi
dengan orang-orang baru dan memahami karakter mereka.” , “saya merasa butuh
dalam training ketika bisa berkumpul dengan orang-orang yang memiliki mimpi
yang sama dan memiliki mentor dibidang yang sama untuk mencapai impian itu.” , “saya
merasa bahagia ketika kemudian mendapat apresiasi yang baik dari peserta. Misalnya,
mereka berterimakasih karena materi yang disampaikan begitu membekas.”
A.P.R.E.S.I.A.S.I (?)
Apresiasi atau
katakanlah sebuah penghargaan. Bermacam-macam memang bentuknya. Namun apakah
kemudian itu yang menjadi hasil atas kepuasan aktivitas kita ? Banyak memang fenomena yang
memperlihatkan begitu di apresiasinya seorang trainer, seorang ustadz/ustadzah,
seorang motivator, seorang penulis buku, seorang yang mengisi majelis-majelis
ta’lim kesana kemari, seorang dan seorang lainnya yang mungkin memang memiliki “tempat”
di hati para penyanjungnya. Ahh… apresiasi bisa jadi menipu kita. Maka, epilog
sang guru pun menutup proses aktivitas hari ini. Dan lagi-lagi hati kami merasa
tercabik mendengar dan merenungkannya.
“Di
puja-puji oleh orang atau di apresiasi oleh orang itu BUKANLAH KEMULIAAN.
Kecuali kita memang tahu dan benar-benar mengamalkan apa yang kita ketahui.” begitu
tegas beliau sampaikan dan penuh dengan aksen.
“Maa
amilta fii maa alimta,…” tambahnya menekankan. “Apa yang telah
engkau amalkan dari apa yang kau ketahui (?)” jelasnya.
Seketika hati
terperanjat. “Sia-sia
jika seorang trainer atau seorang da’i bangga dengan apa yang dia bicarakan
namun tiada ia mengamalkan. Itu munafiq.” . Rasanya darah ini
berdesir kencang, seolah air menghujani hati ini begitu deras. Rabb…
Astaghfirullah. Seketika suasana majelis itu menjadi hening, seolah semua terperangah
dalam diam dan mencoba merenungi dalam diri. Kami dengan seksama mencoba
menghayati apa yang menjadi epilog sang guru sepulangnya mengisi suatu forum di
luar kota dan beliau sempatkan bertandang menemani kami, yang masih dengan
bangga berbagi pengalaman aktivitas kami selama ini. Bangga (?) Ahh… begitu
hinanya tanpa kita sadari.
Apalah arti apresiasi ?
Jabatan ? Posisi ? Yang selama ini dengan bangga dan senang hati kita rasakan
keberadaannya menyelimuti aktivitas-aktivitas ini. Puja-puji orang-orang di
sekitar kita, layakkah bersandar dalam diri kita ? Layakkah kita banggakan ?
Layakkah menjadi kepuasan ? Layakkah ia menjadi modal kita menuju syurga-Nya
??? TIDAK.
Seorang trainer,
seorang da’i dengan seluruh aktivitasnya apakah tak melihat bahwa itulah yang
sedikit demi sedikit menggerogoti amalan-amalan hatinya ? Rabb… diri ini masih
begitu hina. Ilmu yang selama ini kita dapat hanyalah secuil bekal bagi kita
untuk membeli tiket masuk ke syurga-Nya. Bagaimana dengan amalannya ? Bagaimana
dengan hatinya ? Dimana kita meletakan IA dalam setiap aktivitas kita ? Dan
hari ini, hati begitu tercabik, perih.
“PR
utama seorang trainer adalah mentraining dirinya sendiri.” Tambah
sang guru, dan teringat lagi dengan tulisan tahun lalu. ( http://annisarachmawati91.blogspot.com/2012/01/be-trainer-tulisan-tanggal-10-november.html )
“Sebelum engkau selesai
menyelesaikan urusan orang lain, maka selesaikan dahulu dirimu.” Setidaknya itu
lah poin yang dapat diambil. Ketika kita mampu berbicara di depan banyak orang
dengan penuh kemantapan, pertanyaannya adalah “apakah engkau juga mengamalkan
apa yang kau bicarakan?” Sekali lagi hati tercabik. Lalu pantaskah sebuah
apresiasi bersandar dalam dalam diri ? Di elu-elu kan di hadapan banyak orang,
disinggung namanya setiap hari, dibanggakan kehadirannya, dan kita dengan
senang hati menikmati semua itu. Lalu dimanakah kita meletakkan IA dalam setiap
aktivitas-aktivitas kita ? Sementara kita pun belum selesai mengamalkannya
dalam keluarga kita. Di saat kita sibuk menghadiri forum-forum yang dihadiri
puluhan bahkan ratusan orang, dikala diri serius menyiapkan materi untuk
mengisi kajian-kajian, ketika tak henti kita mendatangi kota demi kota untuk
menyampaikan setiap apa yang ingin kita sampaikan dihadapan banyak orang, apakah
semua itu kita lakukan pula dalam keluarga kita ? Ayah, ibu, kakak, adik,
suami, istri, anak ??
“Quu anfusakum wa ahlikum
naaro.” pungkas beliau.
Tak terasa air mata
membasahi pipi. Merasakan butir-butir air tersedu membasahi ujung kelopak mata.
Hati kami menangis, jiwa kami menangis, kami terdiam, dan ini teguran. Bahkan
urusan mengantarkan kebaikan kepada keluarga pun masih dipertanyakan. Rabb…
kami sadari jalan kami masih jauh, jauuuhhhh sekali untuk mencapainya (syurga).
Bahkan hati kami masih seringkali terkotori, terkotori sendiri oleh amalan hati
kami. Bahkan keikhlasan semata hanya untuk mengharap ridho-Mu dalam setiap
aktivitas kami pun terselimuti oleh sanjungan, pujian, dan berbagai apresiasi
duniawi. Lalu bagaimana apresiasi-Mu terhadap kami ? *Air mata semakin tak
tertahankan, dan kami masih terdiam dalam refleksi dan renungan* Sementara
Rasulullah di masa awalnya mensyiarkan islam, beliau sampaikan kepada mereka
yang terdekat, keluarganya, bunda Khadijah. Lalu bagaimana dengan kita. Apakah
kita telah selesai dengan diri kita masing-masing ? Apakah kita telah
benar-benar mengamalkan apa yang sudah kita ketahui ?
Apresiasi, jabatan,
posisi duniawi samasekali takkan bernilai jika kemudian ia melemahkan sikap dan
keyakinan penghambaan kita kepada-Nya, semata kepada-Nya. Maka dimanakah letak
ikhlas kita ? Sungguh, kita ini masih hina dimata-Nya. Masih sangat kecil
dihadapan-Nya. Dibandingkan mata dan hadapan makhluknya, kita masih belum
apa-apa. Syurga masih jauh. Syurga yang didalamnya penuh kenikmatan hakiki
masih jauh dari rengkuhan tangan kita. Jauuuhhh. Rabb… masih jauh sekali, jauh.
Maka apakah apresiasi makhluk-Mu adalah bentuk kemuliaan ? BUKAN. Kemuliaan itu
hanya kami dapat dari-Mu. Sungguh diri kami masih jauh dari baik, masih panjang
perjalanan kami, masih banyak yang harus kami renovasi. Hati kami, jiwa kami,
amalan kami, ilmu kami, jauhh… Jauh sekali.
“Rabb, jauh keikhlasan kami dari
kesempurnaan, jauh upaya kamu dari kesungguhan, masih hina diri ini dalam
setiap amalan, begitu panjang perjalanan kami untuk merengkuhnya (syurga).
Bantu perbaiki kami dalam setiap aktivitas kami, pujian, sanjungan, apresiasi
makhluk-Mu bukanlah perantara kami mencapai cinta dan ridho-Mu. Kami hanyalah
manusia kecil yang berupaya, dan masih terus berupaya mencapai kecintaan-Mu.
Masih berupaya semata hanya karena-Mu. Maka perbaikilah kami, jagalah kami dan
keluarga kami untuk menyongsong kemuliaan yang hakiki, yaitu kemuliaan dari-Mu.
Bukan kemuliaan makhluk-Mu.”
Apresiasi, jabatan dan posisi itu
tak berarti, jika ia melemahkan sikap dan keyakinan penghambaan kita
kepada-Nya.~
Berilmu lah dan beramal
lah dengan penuh keikhlasan (semata karena Allah). Lillah, Fillah, Billah.
Waallahu’alam bishowab,
sesungguhnya lisan hanyalah perantara untuk menyampaikan, tulisan adalah
perantara untuk mengingatkan, sementara kebenaran tetap milik-Nya. Milik-Nya.
*dan
ini lah epilog yang luar biasa dari forum KECIL yang luar biasa*
Kamis, 31 Oktober 2013
Hujan dan Kehidupan
Apakah Hujan itu ?
Ia adalah butiran-butiran kecil air
dalam berbagai ukuran yang membentuk awan hujan. Jumlahnya berjuta-juta butir.
Butiran yang besar menabrak yang kecil dan bergabung lalu membentuk butiran
yang lebih besar. Ketika butiran ini menjadi besar dan berat, maka kemudian
mereka akan jatuh ke bumi. Jika suhu berada di atas titik beku, mereka jatuh
sebagai titik hujan. Semakin besar butirannya, semakin cepat jatuhnya mereka ke
bumi. Dan kita akan mampu merasakan butiran-butiran air itu ketika hujan
menimpa kita J.
Hujan dan Kehidupan
Ketika hujan turun, airnya berkumpul
dan dalam perjalanannya sebagian air hujan ini akan meresap ke dalam tanah.
Tetumbuhan pun menyerapnya sebagai sumber kehidupannya. Akar dan batangnya
terdiri dari kumpulan tabung yang sangat kecil yang dapat menarik air ke dalam
dan sepanjang tabung ini. Lalu melalui akar dan batang, air disalurkan ke daun.
Dari daun ia menguap ke udara lalu kembali membentuk siklus. Sama seperti
tumbuhan, hewan pun membutuhkan hujan dalam kehidupannya. Genangan-genangan air,
sumber air, sungai dan danau banyak dicari oleh makhluk.
Semua makhluk hidup membutuhkan
hujan. Tanpanya, semua makhluk hidup akan kekurangan sumber makan dan minum.
Sudah menjadi ketetapan-Nya bahwa kita tergantung pada hujan, untuk menumbuhkan
tanaman untuk kita makan, untuk menghidupi hewan. Air yang meresap ke tanah pun
dapat dimanfaatkan untuk membuat sumur. Maka dari hujanlah kita mampu bertahan.
Ia selalu mampu memberikan kemanfaatan-kemanfaatan bagi seluruh penghuni bumi.
Dan darinya lah kita mampu memahami
akan kecintaan Rabb semesta alam kepada seluruh makhluk-makhluk yang ia kasihi.
J
Hujan adalah salah satu cara Allah
berbicara padamu tentang rahmat-Nya.~
Setelah Hujan, Akan Hadir Pelangi J
Ketika hujan mereda, maka setelah
itu muncullah pelangi bersama senyum lengkungnya J.~
Dari manakah pelangi itu berasal ? Biasanya
kita mengira bahwa sinar matahari tidak memiliki warna. Banyak para ilmuwan
menyebut warna itu sebagai “cahaya putih”. Namun sebenarnya cahaya ini terbuat
dari berbagai warna yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila (indigo),
dan ungu yang kemudian biasa kita sebut sebagai Pelangi. Ketika matahari
menyinari butiran air hujan, butiran air ini memecahkan cahaya sehingga
terbiaslah warna-warna dari butirannya. Warna-warna ini kemudian membentuk
setengah lingkaran (busur) yang indah di pelataran langit. Itulah pelangi, yang
mempertunjukkan keindahannya setelah air hujan membasahi bumi. J
Bahwa
setelah hujan turun akan selalu ada pelangi. J~
Bahwa
Allah akan selalu memberikan kebahagiaan setelah tangis kesedihan.~
(sumber : A. Patricia Sechi. "Mengenal Ilmu: Hujan". 2001. Grolier International Inc.)
Langganan:
Postingan (Atom)