Alkisah, sang ulama besar dari
madinah pernah memberi pesan luar biasa atas konsistensinya. Ialah Imam Malik,
dengan keteguhannya bertahan di negeri Madinah demi seungkap asa dan cita yang
tengah ia perjuangkan. Penuh keyakinan dan keteguhan sebagai bentuk konsistensinya
mencapai titik kejayaan atas apa yang tengah ia bangun. Yaitu, mengikrarkan
diri untuk tidak keluar dari Madinah kecuali Haji. Berusaha kembali membangun
madinah dengan usaha yang besar, hingga kini masih terasa Madinah menjadi salah
satu rujukan bagi peradaban keilmuan dunia. Konsistensinya untuk menetap di
Madinah memberi pesan bahwa dimanapun kaki ini menapak, maka apa-apa yang ingin
kita bangun di tempat itu, upayakanlah dengan usaha yang besar dan konsisten.
Jadikanlah tempat itu sebagai titik pusat perjuangan kita, sumber dari segala
pengaruh yang akan tersebar di masa depan, sumber potensi yang mampu menguatkan
dinamika perjalanannya.
Dan menyematkan Jogjakarta sebagai replika
Madinah ketika Imam Malik memperjuangkan konsistensinya adalah bentuk upaya
yang meluap dalam benak saat ini. Menyematkannya dengan kerja-kerja besar dan
sungguh-sungguh sehingga mampu menjadikannya sebuah titik pusat peradaban yang
mampu memberikan pengaruh besar. Lewat karya, upaya, dan cita. Dan ini bentuk
rasa seolah kaki sulit meninggalkan Jogja sebagai titik karya dan upaya
dipusatkan. Bukan, bukan berarti kemudian membatasi diri untuk tidak samasekali
melihat dunia luar, bagaimanapun dunia luar juga akan memberikan pemahaman yang
berbeda untuk mengembangkan cakrawala dan alur pikir dalam rangka “bersikap
cerdas”. Dan mengaisnya diluar itu perlu. Ini masalah titik pusat. Maka
konsistensi dan keteguhanlah yang diuji. Dan itu lah sekelumit prolog prototype yang ingin dibangun di sini,
di Jogjakarta. Seperti Imam Malik yang teguh dan konsisten menetap di Madinah
untuk menjadikan Madinah salah satu pusat peradaban.
Sebagai orang Jogja asli memang tak
bisa dipungkiri nyamannya kondisi yang kadang melenakan. Tapi jangan salah,
justru di situ tantangannya. Selalu memutar otak agar diri merasa tertantang
dan penuh gairah melakukan kerja-kerja besar, itu perjuangannya. Di Jogja, aku
sematkan cita dan upaya untuk keberhasilan sebuah karya. Itu keteguhan yang
dengan segenap upaya dibangun “saat ini”, meski tak tahu apa yang akan terjadi
esok, bagaimanapun sebagai “seorang wanita” ada ketidakberdayaan untuk
menentang hahaha (no more explained :p ). Tapi aku menemukan dua hal berbeda di
sini, saat ini. Ya, dua rumah yang mungkin kelak akan menjadi pusat karyaku
akan berkembang dan berpengaruh, juga sebagai latar Jogja sebagai pusat karyaku
bersama orang-orang disekelilingku berkembang. Membangun replika Madinah yang
masih bertahan hingga saat ini.
Satu, rumah yang kelak akan menjadi
wadah mengembangkan dan menuntun untuk mencapai mimpi yang selama ini
terbangun. Satu yang lain, rumah yang kelak akan menjadi wadah pengabdian atas
ilmu yang selama ini telah aku timba dengan berbagai upaya. Menjadikannya
manfaat dan ma’rifat. Keduanya ada di sini, Jogjakarta. Maka segala upaya pun
akan diusahakan untuk tak beranjak dari sini dan menjadikannya kelak sebagai
titik pusat pengaruh. Dari dua rumah itu harapan kemudian mampu menjadi motor
penggerak pengaruh itu tersebar hingga ke pelosok dunia bahkan sekuat tenaga
menggemparkan seluruh penduduk langit. Kuncinya hanya satu, kerja-kerja itu
adalah bentuk penghambaan diri terhadap Rabb-nya. Maka, aku sematkan Jogjakarta
sebagai pusat upaya berjibaku bersama dinamikanya, sebagai pusat pengaruh karya
berkembang bersama cinta, sebagai replika Madinah yang menjadi salah satu pusat
peradaban keilmuannya dan sebagai pusat pengabdian pada Rabb semesta alam. Semoga
Allah teguhkan, kuatkan, dan istiqomahkan. Dari Jogja untuk Indonesia.
Terinspirasi oleh peristiwa dua hari
ini, rekan-rekan JAN Training Corporation yang mabit di rumah sembari sharing Life Plan 2014 dan agenda rutin untuk saling menguatkan.
Tambah hari ini berkumpul dengan rekan-rekan baru Government Laboratory
Yogyakarta yang diselipi kajian pra-nikah yang sebagian besar orang-orangnya cuma
terbukti teori tok ! praktek manaa ??? Haahaha, gara-garanya personil yang satu
udah tinggal menghitung hari untuk menggenapkan separuh dien-nya, yang lain
sok-sokan ngasih wejangan hahaha. Tapi ini jadi momen pula bagaimana kedepan
kami merangkai asa dan cita bersama. J Dari
Jogja untuk Indonesia !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar