“Innallaha ma’ana”
Ya,
mungkin kita sudah sering mendengar kata-kata ini. Entah itu di apdet-an status
kawan se-per-facebook-an, atau twit
galau kawan se-jamaah di twitland, atau di tausyiah-tausyiah ustadz/ustadzah
yang tiap pekan kita ikuti kajiannya agar diri cepet move on, misalnya hehe. Tapi percuma kalau kata penyemangat itu
hanya diucap dibibir sahaja, tanpa mengikutsertakan hati untuk merasakan
kekuatan ampuh dari kata itu. “Allah bersama kita”, itu bukan sekadar kata
penyemangat, dia juga kekuatan untuk meyakinkan diri kita ketika kita merasa
sepi dan jenuh akan hiruk pikuk duniawi.
Emm…
maaf yaa buat pembaca yang mungkin ini terkesan koyo “curcol” (curhat colongan
di sela ngeblog :p ). Entah, akhir-akhir ini rada mellow bawaannya, rada sensitif,
terus sok-sok buat sensasi “menghilang” sejenak dari peredaran, bahasa kerennya
uzlah haha. Sms orang-orang ngga
dibales, kalopun dibales jawabannya sok-sok misterius, haha. Kalau buka
facebook atau twitter sekadar melakukan peran sebagai stalker temlen. Kalaupun jari jemari udah gatel pengin apdet
status, yaa cuma share atau nge-retweet kata-kata mutiara yang pas banget sama
suasana hati, biar yg ngeliat status/retweet penasaran & maksa ke mereka
untuk paham kondisi kita melalui kode-kode. Hahaha, norak !
Tapi
pas lagi sendirian, tiba-tiba mellow gajebo (gag jelas booo’), kesepian,
hubungi kawan kesana-kemari buat diajak ketemuan, nggak ada yang bisa, kena lo!
Terus galau memuncak di ubun-ubun, ngerasa kayak nggak diperhatiin, kayak nggak
ada lagi yang peduli, nggak ada yang ngerti dan memahami kalau diri lagi butuh
ditemani. Naahh, kemarin yang bilang pengin uzlah
siape ? Ya gimana bisa ngerti kalau yang mellow gajebo aja nggak cerita
sebab musababnya. Yaa gimana mau ceritaaakkk, orang diajak ketemuan aja pada
nggak bisa >_<. Yaudah deh, lo gue end!
Oke,
mungkin bagi sebagian orang yang berada di fase ini tengah menikmati masa-masa
transisi nya. Mungkiiiiinn. Misal, mereka-mereka yang transisi dari dunia
akademisi menuju dunia praktisi. Hemmm… mellow nya adalah ketika berada di
posisi “transisi” itu, belum sampe ke tujuannya (praktisi). Mau ajak teman
makan bareng, eh doi udah balik kampung, mau minta temenin kemari, eh doi udah
sibuk jadi praktisi, mau ngajak ketemuan sekedar ngobrol, eh doi lagi pas nya
nggak bisa, ada agenda duluan. Duh, kesepian lagi. Mellow nya makin menjadi. Iyuuuwwhh…
Baik…
baik… bapak-bapak, ibu-ibu.. selooowww… seloooww nggiiihh. Ada yang kesindir po
? Aku juga lagi ngomong di depan cermin kok :p . Tapi bener kaann.. bener kaan
kadang ngerasa begityuuu ?? hayooo ngakuuu… *cari temen*. Nah, terus ketika
teman-teman emang lagi nggak bisa nemenin kita, kita mau apa ? ngambek ?
bilang, “kamu udah nggak perhatian lagi
sama akuuhh.”, nyeletuk “yaudah deh,
selamat menikmati kesibukanmu.”, atau yang rada terkesan sok bijak dan sok
sabar nge-SMS, “yaudah nggak papa kok
kalo emang nggak bisa jangan dipaksain, santai aja.” tapi ngetiknya sambil
ngomel-ngomel bete, bibirnya manyun, banting-banting hape *duh,eman*, dalem
hatinya mbatin “elo emang nggak perhatian,
oke fine!” Yakaliii mau nuntut doi
musti begini dan begitu, nuntut buat selalu paham kondisi kita, paham apa yang kita butuhin, musti selalu stand by kalau kita langsung pasang alarm minta tolong (?). Yaelaahh daahhh, bocah bener broh!
Gimanapun,
mereka juga manusia yang punya kepentingan masing-masing. Punya hal yang musti
diselesaikan masing-masing. Punya keterbatasan untuk bisa menentukan mana yang
prioritas, mana yang paling banyak kasih mudharat, mana yang banyak kasih
maslahat. Nah, kalau jabanin perasaan-perasaan kita yang penuh kegalauan
gajebo, sementara di sana doi punya hal yang berurusan dengan puluhan ummat,
masa iya cuma gegara ngeladenin kita, yang paling banyak munculin mudharat doi
biarin. “Janganlah selalu meminta untuk
dikuatkan, tetapi berusahalah untuk bisa menguatkan.” Baik bagi diri
sendiri, orang lain, dan orang-orang sekitar kita.
Di
sisi lain, apakah ketika merasa sepi yang selalu kamu ingat-ingat hanya temanmu
? Aih, kemanakah Allah selama ini (?). Yang sering disebut “Innallah ma’ana” itu kemana ? Cuma numpang lewat dilidah doank ? “Mas.. numpang lewat mass..”. Bukankah
dalam setiap kondisi, setiap keadaan semua hal tempat kembali kita, tempat
berserah diri kita hanya ke Allah ? Bukankah semua hal dalam hidup ini juga
ujungnya hanya ke Allah ? Nah, terus dalam keadaan mellow gajebo seperti ini,
baliknya kemana lagi ? Allah bukan ? *jawab sendiri masing-masing yeh* Jangan
berpikir berapa kali orang meninggalkan kita, tetapi ingat berapa kali kita
meninggalkan Allah tapi Dia tidak pernah meninggalkan kita. Nah, jelas-jelas
ada yang lebih setia pada kita, lebih mau mendengarkan aduan hati kita. Masih
mau mengejar perhatian manusia ?? Iya, setidaknya dengan berbagi dengan teman
adalah bentuk penghargaan bahwa mereka selalu kita anggap “ada” dan “bermakna”.
Tapi kembali lagi kan, Allah satu-satunya dan sebaik-baik tempat mengadu.
Karena dari Dia juga kan segala solusi akan kita temui (?) dan mellow-mellow
gajebo bablaasss tak berbekas.
Cukup
yakin bahwa “Allah selalu bersama kita” itu akan membuat hati justru lebih
tenang. Bangun malem, sholat, dzikir, tilawahnya makin rajin, dhuha-nya
dikencengin, banyak-banyak inget Allah misal baca-baca artikel atau note-note
yang menginspirasi dan menggugah kita akan kebesaran-Nya, itu setidaknya cukup
sebagai penawar. Bahkan bisa jadi kegalauan gajebo itu tadi karena kurang deket
sama Allah ? Bisa jadiii… Bisa jadiii… *ala eat bulaga*. Itu akan lebih ampuh
mengingatkan kita bahwa nggak penting deh mellow-mellow gajebo, ngerasa
kesepian, dan bla bla bla. Ada Allah, Ada Allah, Ada Allah.
Nah,
dari rasa kesepian dan ke-mellow-an gajebo ini, mungkin ada beberapa hikmah
yang bisa dipetik. Pertama, koreksi
hubungan atau kedekatan kita sama Allah. Tau lah yaaa cara ngeceknya gimana. Kedua, mungkin perlu ada metode khusus
untuk menjaga dan menjalin tali silaturahim agar lebih erat dan terikat lagi J, mungkin dengan cara “mbribiki” teman-teman kita :p, “lagi
dimana cyiin ? udah makan belom, walau sibuk jangan telat makan ya.”, misal. Untuk
yang itu “Syarat dan Ketentuan Berlaku” lhoh yaa! Ketiga, ingat dan yakini bahwa Allah akan menerima apapun keadaan
kita, maka jangan ragu mengadu hanya pada Dia. Romantis-romantislah dengan
Allah ketika hanya “aku dan Kau” bercengkerama dalam guratan malam dan di sela
pergantian waktu (sholat) serta selama Allah bersama kita dan akan selalu
bersama kita. J
So, buat apalagi mellow (?) *ngomong
depan cermin*
Mari tersenyum, pantang manyun :p !
#edisiterbatas haha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar