Ia
seonggok hasrat untuk memahami
Ia
sebaris pagar untuk menjaga diri
Ia
sekokoh benteng untuk melindungi
Dan ia
seberkas harap untuk bersuci
Terkadang
ia seperti belati,
Menusuk
rusuk menembus rongga paru
Terkadang
ia seperti goresan duri,
Menyayat
kulit ari merobek urat sendu
Bagaimanapun
sakitnya,
Semata
itu adalah pertahanannya
Bagaimanapun
perihnya,
Begitulah
ia menikam hatinya
Hanya
kemuliaanNya menjadi pengharapan
Hanya
sebongkah cintaNya menjadi tujuan
Maka
dengan ketegasan ia berkata,
“Maaf cukup sampai batas pagar, jangan lebih dari itu”
“Mengapa?” tanya sang hati
“Aku
takut kepada Sang Pemilik. Maka, cukup diam atau pergi saja.”
“Bukankah
kau pula yang menghadirkanku ? mengharap kenikmatan dari keberadaanku ?”
“Aku
takut kepada Sang Pemilik. Maka, cukup diam atau pergi saja.”
Dan
bertahan di balik pagar adalah sikapnya
Bersembunyi
di balik pelukan Rabb adalah sikapnya
Memilih
menghimpit rasa adalah sikapnya
Berusaha
keras menikam hati adalah sikapnya
Karena
itu pilihan,
Karena
itu keikhlasan,
Karena
itu keistiqomahan,
Yang melahirkan kemuliaan.
Maka
biarkan rasa itu tertikam atau pergi saja,
Jika kemudian
kemaksiatan yang ada,
Maka
biarkan rasa itu tertikam atau pergi saja,
Jika
kelalaian menjauhkan pada Rabb nya.
Karena,
Rasa adalah
kepastian,
Dan,
Sikap
adalah pilihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar