“Orang yang sukses itu bukan lagi
mereka-mereka yang pandai,
tapi orang yang sukses itu adalah mereka
yang tekun.”
-Hasrul Hanif, 2013- *dosen pembimbing
skripsi*
Ya, aku teringat sekali pesan
dosen pembimbing ku itu ketika sore di kantor PLOD UGM kami berdiskusi tentang
skripsweet J. Dari sini juga aku ingin
menekankan bahwa orang-orang yang mampu menyelesaikan urusannya dengan cepat
dan tepat, jangan kemudian di judge “mereka
terburu-buru”. Bukan. Tapi karena mereka tekun. Dan semua orang akan memiliki
masanya masing-masing kok, memiliki proses masing-masing, dan memiliki upaya
masing-masing. Well, pesan dosenku itu lah yang membuat keyakinan dan kekuatan
upayaku bertahan hingga kini dan mengantarkanku hingga titik ini.
Bersyukurlah orang-orang yang
dikelilingi oleh mereka yang mampu memberi nasehat di sela-sela ucapannya. Dan
bersyukurlah aku menjadi salah satu yang beruntung itu bahkan ketika berada di
fase dimana banyak orang seolah menganggapnya sebagai “momok” (skripsi). Come
on ! Jangan lagi anggap skripsi itu sebagai hal yang menyeramkan, membosankan,
dan lalalalalala. Jangan meng-kambing hitamkan skripsi. Jika masih ada yang
menganggap seperti itu berarti masalahnya bukan di skripsi, tapi di dalam diri
sendiri. Hayoloohhh! “Ahh, itu kata lo karna udah selesai skripsi aja ! Dulu kalik
lo juga sama nganggap momok.” Ya, memang iya, itu terjadi ketika awal berada di
fase itu. Tapi ketika kemudian berbagai kesulitan menghadang di fase itu,
sikapku bukan kabur dari masalah, dan mengabaikan apa yang harus diselesaikan,
tetapi justru harus dihadapi. Ubah mindset,
perkuat keyakinan dan optimisme ditambah tancapkan husnudzon pada Allah
dalam setiap prosesnya. Bukankah Allah itu sesuai dengan prasangka hamba-Nya
(?). Jika kita berpikir ini akan sulit, jadilah sulit. Jika kita berpikir kita
bisa menjadikannya mudah, jadilah Allah permudah. Kun Fayakun!
Aku mampu berbicara seperti ini
dilatari karna telah mengalami, sudah menjalani, dan sudah menikmati prosesnya.
Bukankah satu bentuk sikap syukur atas sesuatu itu adalah mengambil pelajaran
(?). Begitulah skenario langit dibentuk.
Oke, kembali ke benang merah. Dalam
hal ini perkara pandai atau cerdas itu bukan lagi menjadi faktor utama
seseorang untuk berhasil dalam setiap prosesnya. Jika ia pandai tapi niat dan
upayanya NOL, ya sama saja bo’ong.
90% Kemampuan yang kamu miliki sementara
Kemauannya hanya 10%, itu akan sia-sia. Berbeda dengan jika Kemauan yang kamu
miliki 90% dan Kemampuan 10%, itu justru lebih berarti.
Dari
sini bisa dipahami bahwa perkara utamanya adalah masalah TEKUN atau tidaknya
seseorang, niat dan upaya seseorang seperti apa itulah yang menentukan
keberhasilannya. Orang cerdas memang penting, memiliki banyak ilmu dan wawasan
luas itu penting. Tapi percuma jika ia tidak mengupayakan ilmu nya secara
tekun. Apakah hanya dengan bekal ilmu saja lalu dengan sekejap kita menjadi
orang sukses ? Ngimpiiii !! Nih yaa, Imam Ghazali sang ulama besar saja sudah
berpesan,
“Seseorang tidak akan mencapai kebahagiaan
kecuali dengan ilmu dan ibadah.
Semua orang akan binasa kecuali mereka yang berilmu. Semua orang yang berilmu pasti akan binasa kecuali mereka
yang beramal. Dan semua orang yang
beramal pasti akan binasa kecuali mereka yang ikhlas.”
*dikutip
dari buku Menata Niat, Mewujudkan Ikhlas,
Dr. Yusuf al-Qaradhawi*
Kuncinya ada dalam niat dan
upaya yang kemudian menjadi elaborasi panjang dari
tekun/rajin/konsisten/disiplin. Niat untuk berilmu, niat untuk beramal, dan
upaya untuk mengemas semua itu dalam bingkai keikhlasan. Bahwa dengan ikhlas
kita artikan sebagai sikap husnudzon pada Allah atas proses yang terjadi untuk
mencapai apa yang kita maksudkan sebagai SUKSES. Sementara niat merupakan
komitmen kuat yang terpatri dalam hati dan terealisasi dalam diri. Ada
keyakinan ada upaya, maka TEKUN akan kita dapatkan. Coba kita ingat lagi ada
pepatah yang mengatakan bahwa di dunia ini tidak ada manusia bodoh, yang ada
hanyalah manusia malas. Maka pangkal dari apa yang ada dalam diri kita, ilmu,
amal, keberhasilan, kesuksesan adalah dari ketekunan. Ketekunan kita dalam
berupaya dan ketekunan akan keyakinan dalam diri kita bahwa ini adalah
proses-Nya yang membentuk kita. Begitulah skenario langit terbentuk.
Well, semoga yang membaca mampu
menarik simpul nya masing-masing J, aku
menulis hanya berupaya untuk mengantarkan. Karna aku pun masih dalam proses
belajar. Semoga refleksi ini mampu mengajak yang lain juga untuk merenung.
Bahwa ada kekuatan-kekuatan yang bekerja yang mampu mengantarkan kita pada
kesuksesan. Kekuatan upaya dan kekuatan keyakinan. Semoga bermanfaat. Selamat
menikmati proses masing-masing menuju kesuksesan yang hakiki J.
Waallahu'alam.
*spesial buat yang lagi nyekripsik :) *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar