Merasa
resah adalah satu fase bahwa kondisi hati kita sedang lemah. Jauh dari
ketenangan, susah makan, ngelamun jadi kerjaan, dan akhirnya move on nggak kesampean. Susah memang
ketika diri sudah jauh dari rasa tenang, karena kemudian perasaan jadi mudah
terbawa emosi dan berubah menjadi penganut aliran metal ( melow total ). Resah biasanya muncul karena masalah dan
akhirnya tenang jauh dari hati. Tapi ternyata, justru ketenangan itu disimpan
Allah di dalam masalah, tinggal bagaimana kita mencarinya. Sunnatullah
mengatakan bahwa semakin berat ujian semakin besar kemungkinan bagi kita
merasakan bahagia yang sesungguhnya.
Maka di sini perlu kita memahami
hidup dengan benar. Kita bisa belajar memahami hidup melalui alam, sungai
misalnya.
Sungai
itu berlika-liku, ia terbentuk karena proses alam yaitu dari lahar yang mencair
kemudian mengalir dan membentuk aliran. Hakikatnya adalah hidup berarti
mengalir seperti air sungai. Apa cukup dengan mengalir saja? Tidak. Tapi kita perlu
mengikuti garis takdir manusia yang memang lika-liku dan sudah terukir. Memahami
bahwa hidup itu sudah terukir. Karena segalanya sudah terukir sebelum kita
lahir. Kehadiran masalah dalam hidup itu adalah bentuk lika-likunya. Dan
sejatinya yang membuat kita tidak tenang bukanlah banyaknya masalah, tapi cara
kita menyikapi masalah tersebut.
Maka
dari sini penting kita memahami takdir kita, mulai dari SEBELUM, KETIKA, dan
SESUDAH. Dari sana kemudian kita akan mampu mengambil sikap atas
keresahan-keresahan kita.
Sebelum takdir yang
harus dilakukan adalah SABAR, Sabar itu sebelum. Buktinya adalah sabda
Rasulullah SAW “Sabar itu adalah ketika pukulan yang pertama.” akan tetapi
sebelumnya sudah mempersiapkan sebelum pukulan pertama itu sudah ada sabar
dalam diri kita.
Ketika takdir yang harus
dilakukan adalah IKHLAS. Ikhlas itu kelanjutan dari sabar, karena ikhlas adalah
bentuk dari kesabaran kita.
Sesudah takdir yang
harus dilakukan adalah PASRAH. Menyerahkan semuanya kepada Allah. Pasrah inilah
yang membuat siapapun akan tenang.
SABAR,
IKHLAS dan PASRAH.
Kita bisa melihat pepohonan yang
tumbuh di sekitaran kita. Jika hujan dia kehujanan, dia sabar, dia ikhlas, dia
pasrah. Ketika terik matahari menyengat, dia sabar, dia ikhlas, dia pasrah.
Ketika angin menggontaikan tubuh pohon itu hingga terhuyung, dia sabar, dia
ikhlas, dia pasrah. Namun dia tetap kokoh, tegak berdiri di atas tanah.
Hakikatnya memang begitu, watak alam itu selalu ikhlas dengan apa yang
ditakdirkan Allah pada mereka. Maka belajarlah pada alam mengenai kehidupan,
kesabaran, keikhlasan, dan kepasrahan.
è Cara
menghadirkan S.I.P (Sabar, Ikhlas dan Pasrah)
Mencari
kesibukan, menyibukkan diri. Itu adalah sikap kita untuk mempersiapkan takdir
terbaik dari Allah. Takdir kehidupan itu memiliki pintu gerbang, yaitu waktu.
Berdirilah meski sedetikpun waktu yang ada dalam hidup kita, kita gunakan untuk
kebaikan dan kebermanfaatan. Jangan pernah dibiarkan kosong dari pikiran, perasaan,
dan perbuatan baik. Karena jika dibiarkan kosong maka kita telah merelakan diri
kita di jajah oleh syetan.
Apa
itu pikiran, perasaan dan perbuatan yang baik ? Mari kita belajar lagi pada
alam. Kita belajar pada Embun pagi hari yang menjernihkan dan menyejukkan.
Pikiran yang baik
adalah pikiran yang jernih, sejernih embun. Embun selalu menawarkan kejernihan.
Jernih adalah menyadari bahwa apapun yang terjadi itu semua atas izin Allah.
Ketika pikiran jernih maka mudah bagi kita untuk SABAR.
Perasaan yang baik
adalah perasaan yang sejuk, sesejuk embun. Embun selalu menawarkan kesejukan. Perasaan
yang sejuk adalah meyakini bahwa apa yang ditakdirkan Allah adalah hamparan
menuju syurga. Ketika perasaan sejuk maka mudah untuk IKHLAS. Katika kita
beramal, besar kecilnya amal itu bukan terletak pada amalnya tapi kadar
keikhlasannya.
Perbuatan yang baik adalah
apapun yang kita perbuat itu pada akhirnya mampu pula menjernihkan dan menyejukkan
diri orang lain. Subhanallah.
Jangan Resah, Ada Allah~
Resah
selalu dikaitkan dengan masalah, kita bingung, kita galau, kita resah. “Iman
terbagi menjadi dua, setengahnya SABAR setengahnya lagi SYUKUR.” Orang yang
beruntung adalah yang ketika resah kemudian membuatnya semakin dekat dengan
Allah dan selalu menghadirkan Allah di setiap kondisi.
Tidak
ada kata galau dalam islam, galau hanyalah tren, galau hanya faktor lingkungan.
Sejatinya orang baik sekalipun punya masalah ia selalu ingat firman Allah dalam
QS. Ali Imran 190-191 dimana ayat ini ketika turun waktu fajar Rasulullah
menangis sembari berkata, “Celaka… Celaka… Celaka..” dan kemudian salah satu
sahabat bertanya, “Ada apa gerangan ya Rasulullah ?”. Rasulullah menjawab, “Celaka
umatku yang membaca ayat ini tapi tidak memahaminya.”
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami,
tidaklah engkau menciptakan semua ini sia-sia, Mahasuci Engkau, lindungilah
kami dari azab neraka.”
Maka,
pun seharusnya seorang mukmin paham bahwa mereka juga harus menggunakan akal
ketika masalah pada kahirnya membawa pada tidak tenangnya hati. Ketika
melakukan kesalahan maka segera memperbaiki diri, tidak penting seberapa dalam engkau jatuh, tapi yang penting adalah
seberapa cepat engkau bangkit. Ulul Albab (dalam QS Ali Imran 190) : kita
diberi akal untuk berpikir dan bertindak.
Jangan
resah, ada Allah, artinya bahwa semuanya sudah diatur oleh Allah. Baik dan
buruk Allah yang Maha mengatur. QS. Al Maidah ayat 100, “Katakanlah Muhammad, “Tidaklah
sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya keburukan itu menarik
hatimu, maka bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang yang mempunyai akal
sehat, agar kamu beruntung.”
Jangan
resah… karena,
“Tidaklah
seorang hamba yang disusahkan oleh Allah kecuali ia sedang direncanakan oleh
Allah menjadi pribadi yang besar. Tidak hanya di dunia namun juga di akhirat.”
Maka
jadilah pribadi yang memiliki pikiran yang baik, perasaan yang baik, perbuatan
yang baik dan yang senantiasa menggunakan akal untuk memahami kebesaran Allah
atas segala sesuatunya, termasuk takdir-takdir yang direncanakan oleh-Nya. Maka
semoga kebahagiaan itu hadir bersama ketenangan. Karena,
Kebahagiaan itu letaknya di hati~
*Catatan kajian Ustadz Syatori Abdu Ro'uf "Jelajah Hati: Mencari Ketenangan di Balik Ujian Hidup"
*Catatan kajian Ustadz Fadli Reza Noor "Jangan Resah, Ada Allah..."