Sebaik baik manusia adalah yang mampu memberikan manfaat kepada manusia yang lain dan yang senantiasa memperbaiki diri dalam setiap pergantian waktu ~,^
Jumat, 27 Desember 2013
Outing "Ukhuwah" Pengajian An-Nisaa' ( JAN Training Corporation )
Laguna Pantai Glagah, Lokasi Outing yang kece banget pemandangannya, adeemmm ^_^ |
Jeprettt dulu ! :D -JAN Training- |
Kerja sambil jalan-jalan sambil menikmati kebesaran Allah ya kayak gini iniii :p |
Ini diaa ibu-ibu super kece nan sholihah yang semangat sekali untuk kita ajak outing bersama :D |
Kita stretching dulu biar panaaasss semangaattt ibu ibuuuu ALLAHU AKBAR *sambil kepal tangan ke atas langit !!! :D |
Deeuuyyy udah mulai ngos-ngosan ya buuuu :D Alhamdulillah ototnya udah renggang. |
Nah !! Kita main "Sekoci-Sekoci" yaa... saya minta sekoci berdasarkan jumlah anak !! *gruduukk.. gruduukk.. ibu-ibu heboh cari temen :D " |
Saatnya memahami Bahasa Tarzan ! U.. uu.. uu.. ukk *sambil gerakin bahasa isyarat* |
Yuk pijet-pijetan dulu biar rileks... "Pijat hujan gerimiss...! Hujan Deras...! Hujan Badai.... ! Petiiirrrr !! |
Duhhh Romantis nyaaa :3 , main Balon Romantis dengan kaki salah satu menopang di atas kaki
|
Kamis, 26 Desember 2013
Diskusi Pendidikan #1
Bismillah.
Aku
mau share hasil diskusi pendidikan yang rutin kami (JANTraining) adakan setiap
kamis bersama Ustad Fauzil Adhim, Ustad Bagus, Ustad Fatan Fantastik dan Mas
Denis Dinamiz. Sembari menikmati berbagai jenis kopi suguhan dan koleksi Ustad
Fauzil diskusi semakin nikmat. Hehehe
Kopi Robusta Toraja, tingkat keasaman lebih rendah dibanding kopi di bawahnya :) |
Kopi Arabica Toraja+Kintamani, tingkat keasamannya lebih tinggi dan warna lebih hitam :) |
Nah,
prolog yang membuat tercengang mengenai kurikulum pendidikan Indonesia tahun
ini (2013) disampaikan oleh Ustad Fauzil. Jeddeeerr !! Ternyata, dibalik
pembuatan kurikulum pendidikan tahun 2013
ada campur tangan dan konstruksi pikir oleh salah satu ideolog JIL
sekaligus pendiri JIL. Beliau juga diamanahi untuk terlibat dalam membuat
kurikulum pelajaran Sastra mengingat beliau juga sosok budayawan. He is Gunawan
Mohamad. Yes, dalam buku “Kurikulum 2013 : Tanya Jawab dan Opini” beliau
menyampaikan kekecewaannya terhadap kurikulum pendidikan tahun ini yang
ternyata tidak begitu sesuai dengan harapannya. Bahwa kurikulum tersebut
terlalu berlebihan dalam mengikutsertakan nilai-nilai keagamaan.
Well,
yang ingin aku tekankan di sini adalah “Mengapa orang dengan alur pikir seperti
beliau dilibatkan dalam pembuatan kurikulum pendidikan Indonesia ?”. Jelas itu
akan mempengaruhi bentuk atau konstruksi pikir kurikulum pendidikan di tahun
berikutnya bukan ? Dan akan lebih menjelaskan lagi bahwa itu kemudian akan
merusak tatanan nilai agama yang ingin disampaikan kepada generasi berikutnya.
Mau dibawa kemana pendidikan Indonesia kemudian jika bahkan nilai agama
berusaha dihapuskan dari kurikulum Indonesia. Wooaahhh, yang kemudian saya
tangkap adalah “Ya, inilah bentuk Scientologi
di abad ini yang berusaha memperjuangkan “illah” nya dalam dunia pendidikan.
Lebih banyak menyembah akal dan ilmu pengetahuan dibanding “Yang Maha Memiliki dan
Memberi Akal serta Pengetahuan.” Siapa DIA ? Ya, jelas Allah SWT. Bahaya nih
bahaya ! Dan memang fenomena seperti ini sudah tidak jarang kita temui dalam
berbagai bidang kehidupan kita. Berbagai macam bentuk ideologi sudah menjadi
fitrah hawa nafsunya untuk dapat mengendalikan segala proses kehidupan
berbangsa dan bernegara. Inilah pentingnya kita untuk berhati-hati dalam
menerima segala bentuk informasi dan pengetahuan, semua itu perlu filternya,
yaitu Al Quran dan Sunnah.
Gunawan
Mohamad juga menyampaikan bahwa sesungguhnya besar harapannya Indonesia mampu
melahirkan seorang “Stephen Hawking”.
Akan
menjadi kekacauan pendidikan jika kemudian impian-impian perkembangan dan
keberhasilan pendidikan Indonesia akan berdasar pada tokoh ini, menjadi tolak
ukur lahirnya generasi yang berkualitas. Tak heran jika kemudian moral anak-anak
Indonesia justru semakin buruk, wong di kurikulumnya sendiri saja dikonstruksi
dengan alur pikir yang seperti itu. Mengesampingkan nilai-nilai ke-Tuhan-an
dibandingkan akal dan ilmu pengetahuan. Sementara moral itu dasarnya ada pada
pendidikan agama yang didalamnya termuat akan rasa penghambaan terhadap “Sang
Pemilik Segala”, Yang Maha Mengontrol setiap tindak tanduk kita selama di
dunia. Maka jelas bahayanya jika kurikulum yang melibatkan konstruksi pikir
Gunawan Mohamad ini akan merusak aqidah dan akhlak generasi penerus Indonesia.
Waspadalah bagi yang ingin menjadi guru, perhatikan pula hal-hal yang seperti
ini. Pak Mentri, tolong pikirkan dan pertimbangkan kembali siapa-siapa saja
yang penting, perlu, dan BAIK untuk dilibatkan dalam proses pembuatan
kurikulum. #Pray4KurikulumPendidikan2014.
Semoga Manfaat !
Senin, 23 Desember 2013
Jogja Never Die !
Alkisah, sang ulama besar dari
madinah pernah memberi pesan luar biasa atas konsistensinya. Ialah Imam Malik,
dengan keteguhannya bertahan di negeri Madinah demi seungkap asa dan cita yang
tengah ia perjuangkan. Penuh keyakinan dan keteguhan sebagai bentuk konsistensinya
mencapai titik kejayaan atas apa yang tengah ia bangun. Yaitu, mengikrarkan
diri untuk tidak keluar dari Madinah kecuali Haji. Berusaha kembali membangun
madinah dengan usaha yang besar, hingga kini masih terasa Madinah menjadi salah
satu rujukan bagi peradaban keilmuan dunia. Konsistensinya untuk menetap di
Madinah memberi pesan bahwa dimanapun kaki ini menapak, maka apa-apa yang ingin
kita bangun di tempat itu, upayakanlah dengan usaha yang besar dan konsisten.
Jadikanlah tempat itu sebagai titik pusat perjuangan kita, sumber dari segala
pengaruh yang akan tersebar di masa depan, sumber potensi yang mampu menguatkan
dinamika perjalanannya.
Dan menyematkan Jogjakarta sebagai replika
Madinah ketika Imam Malik memperjuangkan konsistensinya adalah bentuk upaya
yang meluap dalam benak saat ini. Menyematkannya dengan kerja-kerja besar dan
sungguh-sungguh sehingga mampu menjadikannya sebuah titik pusat peradaban yang
mampu memberikan pengaruh besar. Lewat karya, upaya, dan cita. Dan ini bentuk
rasa seolah kaki sulit meninggalkan Jogja sebagai titik karya dan upaya
dipusatkan. Bukan, bukan berarti kemudian membatasi diri untuk tidak samasekali
melihat dunia luar, bagaimanapun dunia luar juga akan memberikan pemahaman yang
berbeda untuk mengembangkan cakrawala dan alur pikir dalam rangka “bersikap
cerdas”. Dan mengaisnya diluar itu perlu. Ini masalah titik pusat. Maka
konsistensi dan keteguhanlah yang diuji. Dan itu lah sekelumit prolog prototype yang ingin dibangun di sini,
di Jogjakarta. Seperti Imam Malik yang teguh dan konsisten menetap di Madinah
untuk menjadikan Madinah salah satu pusat peradaban.
Sebagai orang Jogja asli memang tak
bisa dipungkiri nyamannya kondisi yang kadang melenakan. Tapi jangan salah,
justru di situ tantangannya. Selalu memutar otak agar diri merasa tertantang
dan penuh gairah melakukan kerja-kerja besar, itu perjuangannya. Di Jogja, aku
sematkan cita dan upaya untuk keberhasilan sebuah karya. Itu keteguhan yang
dengan segenap upaya dibangun “saat ini”, meski tak tahu apa yang akan terjadi
esok, bagaimanapun sebagai “seorang wanita” ada ketidakberdayaan untuk
menentang hahaha (no more explained :p ). Tapi aku menemukan dua hal berbeda di
sini, saat ini. Ya, dua rumah yang mungkin kelak akan menjadi pusat karyaku
akan berkembang dan berpengaruh, juga sebagai latar Jogja sebagai pusat karyaku
bersama orang-orang disekelilingku berkembang. Membangun replika Madinah yang
masih bertahan hingga saat ini.
Satu, rumah yang kelak akan menjadi
wadah mengembangkan dan menuntun untuk mencapai mimpi yang selama ini
terbangun. Satu yang lain, rumah yang kelak akan menjadi wadah pengabdian atas
ilmu yang selama ini telah aku timba dengan berbagai upaya. Menjadikannya
manfaat dan ma’rifat. Keduanya ada di sini, Jogjakarta. Maka segala upaya pun
akan diusahakan untuk tak beranjak dari sini dan menjadikannya kelak sebagai
titik pusat pengaruh. Dari dua rumah itu harapan kemudian mampu menjadi motor
penggerak pengaruh itu tersebar hingga ke pelosok dunia bahkan sekuat tenaga
menggemparkan seluruh penduduk langit. Kuncinya hanya satu, kerja-kerja itu
adalah bentuk penghambaan diri terhadap Rabb-nya. Maka, aku sematkan Jogjakarta
sebagai pusat upaya berjibaku bersama dinamikanya, sebagai pusat pengaruh karya
berkembang bersama cinta, sebagai replika Madinah yang menjadi salah satu pusat
peradaban keilmuannya dan sebagai pusat pengabdian pada Rabb semesta alam. Semoga
Allah teguhkan, kuatkan, dan istiqomahkan. Dari Jogja untuk Indonesia.
Terinspirasi oleh peristiwa dua hari
ini, rekan-rekan JAN Training Corporation yang mabit di rumah sembari sharing Life Plan 2014 dan agenda rutin untuk saling menguatkan.
Tambah hari ini berkumpul dengan rekan-rekan baru Government Laboratory
Yogyakarta yang diselipi kajian pra-nikah yang sebagian besar orang-orangnya cuma
terbukti teori tok ! praktek manaa ??? Haahaha, gara-garanya personil yang satu
udah tinggal menghitung hari untuk menggenapkan separuh dien-nya, yang lain
sok-sokan ngasih wejangan hahaha. Tapi ini jadi momen pula bagaimana kedepan
kami merangkai asa dan cita bersama. J Dari
Jogja untuk Indonesia !!!
Selasa, 17 Desember 2013
Ayam Betina
“Ada hal yang kadang tak perlu kita
jelaskan. Ada pula perasaan yang tak perlu kita ungkapkan. Mengeramkannya dalam
diam, seperti seekor ayam betina kepada telurnya, mungkin itulah cara yang baik. Agar kemudian ia menetas dengan sempurna
dan di saat yang tepat. Agar kemudian anaknya tahu kemana ia akan kembali
mencari induknya.”
15-12-13 23.10
Langganan:
Postingan (Atom)